
BISNISSULAWESI.COM, MAKASSAR – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat aktivitas aset kripto di Indonesia mengalami pertumbuhan positif. Baik dari segi aset yang dapat diperdagangkan maupun jumlah konsumen pedagang aset kripto. Di mana, hingga Juni 2025, tercatat 1.153 aset kripto yang dapat diperdagangkan dan jumlah konsumen mencapai 14,78 juta pada posisi Mei 2025 (naik dari posisi April 2025 tercatat 14,16 juta konsumen).
Hal itu disampaikan Kepala Eksekutif Pengawas Inovasi Teknologi Sektor Keuangan (ITSK), Aset Keuangan Digital, dan Aset Kripto (IAKD) OJK, Hasan Fawsi saat memberi keterangan kepada media di Jakarta, Selasa (08/07/2025).
Dikatakan, OJK telah menyetujui perizinan 23 entitas di ekosistem perdagangan aset kripto, yang terdiri dari 1 bursa kripto, 1 lembaga kliring penjaminan dan penyelesaian, 1 pengelola tempat penyimpanan, dan 20 pedagang aset kripto, serta sedang melanjutkan proses perizinan terhadap 10 calon pedagang aset kripto.
Sehubungan dengan perkembangan aktivitas aset kripto di Indonesia, jumlah konsumen pedagang aset kripto disebut berada dalam tren meningkat, yaitu mencapai 14,78 juta konsumen pada posisi Mei 2025 (Naik dari posisi April 2025 tercatat sebanyak 14,16 juta konsumen). Nilai transaksi aset kripto selama Mei 2025 tercatat sebesar Rp49,57 triliun (posisi April 2025 tercatat senilai Rp35,61 triliun).
“Hal ini menunjukkan kepercayaan konsumen dan kondisi pasar yang tetap terjaga baik,” katanya.
Untuk memperkuat ekosistem di sektor IAKD, pada 25 Juni 2025, OJK telah memberikan persetujuan kepada Asosiasi Blockchain Indonesia (ABI) sebagai asosiasi Penyelenggara ITSK. Dengan demikian, saat ini telah terdapat 3 asosiasi resmi Penyelenggara ITSK di sektor IAKD yaitu Asosiasi Fintech Indonesia (AFTECH), Asosiasi Fintech Syariah Indonesia (AFSI), dan Asosiasi Blockchain Indonesia (ABI).
“Semoga, eksistensi asosiasi di sektor IAKD, dapat menjadi mitra strategis OJK dalam mendorong ITSK yang bertanggung jawab dan mengedepankan aspek kepatuhan, pelindungan konsumen, serta meningkatkan literasi keuangan digital di masyarakat,” harapnya.
Selain itu, dalam rangka mendukung pengembangan sektor IAKD, OJK telah mendapatkan persetujuan dari Kementerian Keuangan atas pengajuan permohonan OJK untuk melakukan penyesuaian kewajiban pembayaran pungutan bagi penyelenggara di sektor IAKD yang memperoleh izin dari OJK. Penyesuaian kewajiban pembayaran pungutan tersebut berdasarkan pertimbangan bahwa OJK sedang mengembangkan industri IAKD secara nasional, disamping juga kondisi secara umum industri IAKD saat ini yang masih berada pada tahap awal kegiatan operasional.
Penyesuaian kewajiban pembayaran pungutan yang diberikan yaitu penerapan tarif pungutan 0 persen (tidak dikenakan pungutan) pada 2025 dan akan dilakukan peningkatan tarif pungutan secara bertahap pada tahun-tahun selanjutnya.
Sementara itu, dari sektor ITSK, hingga Juni 2025, terdapat 47 penyelenggara ITSK mengajukan permohonan pendaftaran ke OJK, 30 diantaranya telah ditetapkan sebagai penyelenggara ITSK terdaftar, dengan rincian 10 Pemeringkat Kredit Alternatif (PKA) dan 20 Penyelenggara Agregasi Jasa Keuangan (PAJK). OJK terus berkomitmen mendorong efisiensi proses perizinan serta mendukung akselerasi inovasi teknologi di sektor jasa keuangan.
Per Mei 2025, penyelenggara ITSK yang terdaftar di OJK berhasil menjalin 987 kemitraan dengan Lembaga Jasa Keuangan (LJK) dari berbagai sektor, seperti perbankan, perusahaan pembiayaan, perasuransian, perusahaan sekuritas, pinjaman daring, lembaga keuangan mikro, dan pegadaian, serta dengan pihak penyedia jasa teknologi informasi dan penyedia sumber data.
Penyelenggara ITSK dengan jenis PAJK berhasil menyelesaikan transaksi yang disetujui mitra senilai Rp2,14 triliun dengan jumlah pengguna PAJK tercatat sebanyak 928.396, yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Selain itu, jumlah permintaan data skor kredit (total hit) yang diterima oleh penyelenggara ITSK dengan jenis PKA mencapai 26,37 juta hit.
“Hal ini menunjukkan, kehadiran layanan dari penyelenggara ITSK berkontribusi dalam peningkatan pendalaman pasar di sektor jasa keuangan, serta meningkatkan aksesibilitas dan inklusi pemanfaatan produk dan layanan pembiayaan jasa keuangan,” sebut Fawsi.
Bali Putra