Pemerintah Tegaskan Konsumen Akhir Tak Dipungut Pajak Atas Pembelian Emas

37
Ilustrasi. Pemerintah menerbitkan dua PMK yang mengatur ketentuan perpajakan atas kegiatan usaha bullion, yang diantaranya mengatur tentang penjualan emas oleh konsumen akhir kepada LJK Bulion hingga Rp10 juta, dikecualikan dari pemungutan PPh Pasal 22. POTO : DOK. BISNISSULAWESI.COM

 

BISNISSULAWESI.COM, JAKARTA – Pemerintah menerbitkan dua Peraturan Menteri Keuangan (PMK) yang mengatur ketentuan perpajakan atas kegiatan usaha bullion, yakni PMK 51/2025 dan PMK 52/2025. Kedua PMK ditetapkan 25 Juli 2025 dan berlaku efektif 1 Agustus 2025.

“Penerbitan kedua PMK bertujuan menyederhanakan regulasi dan memberikan kepastian hukum,’ ungkap Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat, Rosmauli, Kamis (31/07/2025).

Kedua PMK diterbitkan karena diperlukan dukungan terhadap kegiatan usaha bulion mencakup kegiatan yang berkaitan dengan emas, seperti simpanan, pembiayaan, perdagangan, dan penitipan emas oleh lembaga jasa keuangan (LJK).

“Sebelumnya, ketentuan pemungutan PPh Pasal 22 atas kegiatan usaha bulion diatur dalam PMK 48/2023 dan PMK 81/2024, yang menimbulkan tumpang tindih. Di mana, penjual emas memungut PPh Pasal 22 sebesar 0,25 persen atas penjualan kepada LJK Bulion, sementara LJK Bulion sebagai pembeli juga memungut PPh Pasal 22 sebesar 1,5 persen atas pembelian yang sama,” ujar Rosmauli seraya berharap ketentuan yang baru dapat menghilangkan potensi tumpang tindih.

PMK 51/2025 tentang Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 Sehubungan dengan Pembayaran atas Penyerahan Barang dan Kegiatan di Bidang Impor atau Kegiatan Usaha di Bidang Lain,  meliputi penunjukan LJK Bulion sebagai pemungut PPh Pasal 22 atas pembelian emas batangan, serta penetapan PPh Pasal 22 atas impor emas batangan sebesar 0,25 persen. PMK ini juga mengatur, penjualan emas oleh konsumen akhir kepada LJK Bulion hingga Rp10 juta, dikecualikan dari pemungutan PPh Pasal 22.

Kemudian, PMK 52/2025 tentang Perubahan Kedua atas PMK 48/2023 tentang PPh dan/atau PPN atas Penjualan/Penyerahan Emas Perhiasan, Emas Batangan, Perhiasan yang Bahan Seluruhnya Bukan dari Emas, Batu Permata dan/atau Batu Lainnya yang Sejenis, serta Jasa yang Terkait dengan Emas Perhiasan, Emas Batangan, Perhiasan yang Bahan Seluruhnya Bukan dari Emas, dan/atau Batu Permata dan/atau Batu Lainnya yang Sejenis, yang Dilakukan oleh Pabrikan Emas Perhiasan, Pedagang Emas Perhiasan, dan/atau Pengusaha Emas Batangan.

PMK-52/2025 mengatur ketentuan PPh Pasal 22 atas kegiatan usaha bulion dalam bentuk perdagangan (bullion trading). PMK ini juga menetapkan, pemungutan PPh Pasal 22 tidak dilakukan atas penjualan emas perhiasan atau emas batangan oleh pengusaha emas perhiasan dan/atau emas batangan kepada konsumen akhir, wajib pajak UMKM dengan PPh final, serta wajib pajak yang memiliki Surat Keterangan Bebas (SKB) PPh 22.

“Pengecualian serupa juga berlaku untuk penjualan emas batangan kepada Bank Indonesia, melalui pasar fisik emas digital, dan kepada LJK Bulion,” jelasnya.

Ketentuan dalam kedua PMK menjelaskan, pembelian emas batangan oleh masyarakat (konsumen akhir) dari Bank Bulion tidak dikenakan pemungutan PPh Pasal 22. Penjualan emas kepada LJK Bulion juga dikecualikan dari pemungutan PPh Pasal 22 apabila nilai transaksinya tidak melebihi Rp10 juta.

“Namun, jika nilai transaksi lebih dari Rp10 juta, LJK Bulion wajib memungut PPh Pasal 22 sebesar 0,25 persen dari harga pembelian,” sebutnya.

Rosmauli menambahkan, ketentuan pemungutan PPh Pasal 22 atas usaha bulion bukan merupakan jenis pajak baru, melainkan bentuk penyesuaian agar tidak terjadi tumpang tindih pengenaan pajak. DJP terus melakukan penyesuaian regulasi perpajakan sesuai dinamika sektor keuangan, termasuk kegiatan usaha bulion dan emas batangan.

Editor : Bali Putra