Penunjukan “Marketplace” sebagai Pemungut Pajak

84
POTO : ISTIMEWA

 

Mengutip pernyataan Hebert George Wells, sejarahwan dari Inggris, “beradaptasi atau Musnah?, sebuah keniscayaan yang tak bisa ditawar-tawar lagi saat ini.”. Demikian juga dengan pemajakan.

Oleh: Dessy Mariana Panjaitan, S.E

Tepat di Hari Pajak pada 14 Juli 2025, pemerintah melalui Kementerian Keuangan mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 37 Tahun 2025 tentang Penunjukan Pihak Lain Sebagai Pemungut Pajak Penghasilan Serta Tata Cara Pemungutan, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak Penghasilan yang Dipungut oleh Pihak Lain atas Penghasilan yang Diterima atau Diperoleh Pedagang Dalam Negeri Dengan Mekanisme Perdagangan Melalui Sistem Elektronik.

Penunjukan Pelaku Usaha Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PU PMSE), dalam hal ini Marketplace sebagai pemungut pajak jenis Pajak Penghasilan Pasal 22 (PPh Pasal 22) adalah cara Direktorat Jenderal Pajak menyikapi fenomena digitalisasi dalam masyarakat.

Regulasi ini jelas tidak menimbulkan jenis pajak baru, karena penerapan pemungutan PPh Pasal 22 bagi para penjual (Merchant) atas transaksi penjualan melalui Marketplace (seperti Tokopedia, Shoppe, Bukalapak, Lazada, dan lain-lain) sebesar 0,5% dari peredaran bruto yang diterima atau diperoleh dari pedagang dalam negeri yang tercantum dalam dokumen tagihan, tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah adalah cara pemerintah mencover transaksi digital untuk memenuhi rasa keadilan bagi pelaku perdagangan secara konvensional.

Dengan penerapan aturan ini, akan terdapat skema bagi pengusaha yang dikenakan PPh Pasal 22 oleh marketplace dalam negeri yaitu :

Pertama, pengusaha Orang Pribadi yang Tidak Dipungut

Dalam Pasal 4 ayat (2) huruf e, Pasal 7 ayat (2a) UU PPh menyebutkan bahwasanya Wajib Pajak orang pribadi yang memiliki peredaran bruto tertentu tidak dikenai Pajak Penghasilan atas bagian peredaran bruto sampai dengan Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dalam 1 (satu) tahun pajak.

Maka dalam skema ini Marketplace tidak akan melakukan pemungutan PPh Pasal 22 atas penghasilan yang diterima atau diperoleh pedagang dalam negeri sehubungan dengan transaksi penjualan barang/atau jasa, dengan syarat telah membuat surat pernyataan yang menyatakan bahwa peredaran bruto pada tahun pajak berjalan sampai dengan Rp. 500.000.000,- bagi Wajib Pajak Orang Pribadi.

Kedua, pengusaha Orang Pribadi dan Badan Yang Dipungut 0,5% Bersifat Final

Dalam Pasal 4 ayat (2) huruf e UU PPh dan Pasal 56 ayat (1), (2) PP 55 Tahun 2022 menyebutkan penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dalam negeri yang memiliki peredaran bruto tertentu, dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final dalam jangka waktu tertentu, tarif Pajak Penghasilan yang bersifat final sebesar 0,5% (nol koma lima persen).

Wajib Pajak ini terdiri atas orang pribadi dan Wajib Pajak badan berbentuk koperasi, persekutuan komanditer, firma, perseroan terbatas, atau badan usaha milik desa/badan usaha milik desa bersama, yang menerima atau memperoleh penghasilan dengan peredaran bruto tidak melebihi Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah) dalam 1 (satu) Tahun Pajak, kecuali Wajib Pajak memilih untuk dikenai pajak penghasilan berdasarkan tarif pasal 17 ayat (1) huruf a, huruf b UU PPh.

Ketiga, pengusaha Orang Pribadi dan Badan Yang Dipungut 0,5% Bersifat Tidak Final

Wajib ini terdiri atas :

Wajib Pajak ini terdiri atas orang pribadi dan Wajib Pajak badan yang menerima atau memperoleh penghasilan dengan peredaran bruto tidak melebihi Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah) dalam 1 (satu) Tahun Pajak) namun memilih untuk dikenai pajak penghasilan berdasarkan tarif pasal 17 ayat (1) huruf a, huruf b UU PPh.

Wajib Pajak ini terdiri atas orang pribadi dan Badan yang menerima atau memperoleh penghasilan dengan peredaran bruto melebihi Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah) dalam 1 (satu) Tahun Pajak).

Terhadap pajak yang dipungut untuk kondisi ini, nantinya akan dapat dikreditkan dalam SPT Tahunan.

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa Direktorat Jenderal Pajak berusaha melakukan simplikasi terkhusus bagi Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM), di mana yang sebelumnya dalam pembayaran pajak harus menghitung Kembali dan menyetor sendiri kini dilakukan oleh marketplace.

Hal ini juga menjadi level playing field bagi pedagang konvensional maupun secara online dalam hal perpajakan. dan yang terutama adalah pemerintah melalui Direktorat Jenderal Pajak berusaha mengcover, mengcapture agar kepatuhan membayar pajak semakin baik karena pajak harus ditanggung bersama bagi wajib pajak yang memiliki penghasilan sesuai dengan Batasan dan ketentuan perpajakan.

Penulis: Pegawai Direktorat Jenderal Pajak

*/Tulisan ini merupakan pendapat pribadi dan bukan cerminan sikap instansi 
tempat penulis bekerja