Guru Besar Unair, Sebut Berat Tantangan Pengembangan Ekonomi Syariah di Indonesia

76
Guru Besar Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Jawa Timur, Imron Mawardi (Kiri) saat memaparkan bahwa terdapat sejumlah tantangan besar pengembangan ekonomi syariah di Indonesia. POTO: BALI PUTRA

 

BISNISSULAWESI.COM, MAKASSAR – Guru Besar Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Jawa Timur, Imron Mawardi menyebutkan, terdapat sejumlah tantangan besar pengembangan ekonomi syariah di Indonesia. Setidaknya, ia mencatat ada enam tantangan, salah satunya serbuan produk impor ilegal.

“Dalam bidang kosmetik dan farmasi, Indonesia mendapat serbuan produk impor, baik legal maupun ilegal, yang menyebabkan produk lokal terdesak,” ujar Imron saat hadir sebagai pembicara pada media gathering Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat (Suselbar) di Malang, Jawa Timur, Minggu (23/11/2025).

Tantangan lain, literasi keuangan syariah masih rendah. Di mana, menurut Imron, survei nasional literasi dan inklusi keuangan (SNLIK) 2025 OJK, menyebutkan ada kesenjangan antara literasi keuangan syariah dan konvensional. Literasi syariah hanya 43,42 persen dan inklusi 13,41 persen. Sedangkan literasi keuangan konvensional 66,46 persen dengan inklusi 80,51 persen.

Kemudian, harmoni regulasi belum optimal. Imron menyebutkan, ekosistem membutuhkan kolaborasi berbagai pihak seperti Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJH), MU, BI, OJK, Kemenkop, Kemenkeu, LPS dan lainnya.

“Regulasi lintas bidang juga belum sepenuhnya terintegrasi,” kata Imron.

Selain itu, masih lemahnya pelaksanaan undang-undang (UU) jaminan produk halal. Imron menjelaskan, pemberlakuan UU 32/2014 terus mundur dan dijalankan bertahap, karena ketidaksiapan pelaku usaha dan infrastruktur menyebabkan skor halal food turun drastis dari peringkat 2 ke peringkat 4 (SGIE).

Skala bisnis industri keuangan yang masih kecil, menjadikan biaya mahal, infrastruktur kurang sehingga kurang menarik.

“Ini juga berdampak kurangnya Sumber Daya Manusia (SDM) yang andal,” sebut Imron.

Terakhir, tantangan akibat inovasi produk keuangan syariah yang masih terbatas. Di mana, belum ada akad global yang berlaku di semua negara, dan produk keuangan syariah lebih banyak mengimitasi dari produk konvensional, sehingga produk syariahnya kurang.

Imron menyebutkan, secara umum lanskap sektor keuangan syariah Indonesia. Total aset keuangan syariah Indonesia mencapai Rp9.927,04 triliun dengan pangsa pasar 26,8 persen dari total pasar keuangan naional. Pertumbuhannya sebesar 11,8 persen dari tahun sebelumnya.

Pertumbuhan ini didorong perkembangan di berbagai sektor, diantaranya perbankan syariah tumbuh 9,9 persen secara tahunan (yoy), pasar modal syariah tumbuh 11,4 persen, Industri Keuangan Non-Bank (IKNB) syariah tumbuh 24,7 persen.

“Lonjakan pada sektor IKNB syariah, terutama didorong peningkatan total aset dana pensiun syariah dan BPKH,” sebutnya.

 

Di Sulawesi Selatan

Sementara itu, khusus di Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel), terjadi pertumbuhan positif pada perbankan syariah pada posisi September 2025. Tercermin dari aset perbankan syariah yang tumbuh 19,70 persen (yoy) menjadi Rp19,34 triliun, dengan penghimpunan DPK yang tumbuh 15,28 persen menjadi Rp13,29 triliun dan penyaluran pembiayaan yang juga tumbuh 21,28 persen (yoy) menjadi Rp16,33 triliun.

“Tingkat intermediasi perbankan syariah berada pada level 122,85 persen dengan tingkat NPF pada level 1,93 persen,” ungkap Kepala OJK Sulselbar, Moch. Muchlasin.

Bali Putra