BEI Dorong Pemerintah Terbitkan Surat Berharga Daerah untuk Pembiayaan Proyek Produktif

51
Ilustrasi. Kepala Perwakilan BEI Makassar, Fahmin Amirullah (Kanan) pada sebuah acara di Makassar. POTO : DOK. BISNISSULAWESI.COM

 

BISNISSULAWESI.COM, MAKASSAR – Kebijakan efisiensi anggaran yang diberlakukan pemerintah pusat, berimbas berkurangnya anggaran yang turun ke daerah. Berkurangnya pendapatan daerah, berimbas pada sulitnya pemerintah daerah melaksanakan program-program pembangunan. Hal itu juga dirasakan oleh Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan (Pemprov Sulsel).

Melihat hal tersebut, Bursa Efek Indonesia (BEI) Sulsel pun, mendorong Pemprov Sulsel menerbitkan surat berharga daerah seperti obligasi dan sukuk daerah.

Kebijakan efisiensi masih akan berlanjut tahun depan. Salah satu yang menjadi dampaknya adalah penurunan alokasi dana Transfer ke Daerah (TKD).

“Nah, agar pemerintah daerah mendapatkan pembiayaan untuk menjalankan Pembangunan, sudah saatnya daerah menerbitkan surat berharga daerah seperti obligasi dan sukuk,” ungkap Kepala Perwakilan BEI Sulsel, Fahmin Amirullah, Rabu (03/12/2025).

Menurut Fahmin, ada paying hukum yang membolehkan pemerintah mengeluarkan kebijakan penerbitan surat berharga daerah. Dari Peraturan Kementerian Keuangan dan Peraturan Kementerian Dalam Negeri.

“Namun berbeda dengan surat berharga negara, itu sepenuhnya dijamin negara. Kalau surat berharga daerah, ketika terjadi gagal bayar, negara tidak ikut campur, melainkan murni menjadi tanggungjawab pemerintah daerah,” jelasnya.

Oleh karenanya, dibutuhkan komitmen pemerintah daerah dalam hal ini gubernur yang kemudian mendapat persetujuan DPRD Provinsi, serta izin dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Penting juga bagi pemerintah daerah membuat rating yang bagus agar mendapat kepercayaan publik, dengan rencana program Pembangunan yang memiliki prospek baik. Karena menggunakan pembiayaan dari dana publik, sehingga dibutuhkan kehati-hatian dengan rencana yang matang.

“Pembiayaan melalui penerbitan obligasi atau sukuk daerah, itu diperuntukkan untuk proyek yang menghasilkan. Jadi, yang paling berpeluang, rumah sakit, transportasi atau lainnya,” kata Fahmin.

Kaitan dengan ini, Fahmin mengaku bakal melakukan sosialisasi ke Gubernur Sulsel dan jajarannya di Pemprov Sulsel, serta ke DPRD Sulsel. Termasuk berencana memanfaatkan waktu pertemuan antara OJK dengan sejumlah kepala daerah dalam waktu dekat ini.

“Untuk sosialisasi dengan gubernur, kami (BEI Sulsel, red) sudah bersurat. Semoga dalam watu dekat, sudah ada tanggapan. Karena ini merupakan hal penting. Apalagi, Menteri Keuangan, Purbaya Yudhi Sadewa terus menekankan agar pemerintah daerah creative financing,” katanya.

 

Tingginya Ketergantungan Daerah

Pada 2025, pagu TKD ke Provinsi Sulawesi Selatan mencapai Rp31,6 triliun dan hingga Oktober 2025 teralisasi Rp26,0 triliun atau sekitar 82,40 persen. Belanja TKD utamanya dipengaruhi realisasi penyaluran Dana Alokasi Umum (DAU) Rp18,2 triliun, diikuti Dana Alokasi Khusus (DAK) Rp5,1 triliun, Dana Desa Rp1,7 triliun, Dana Bagi Hasil (DBH) Rp782,9 miliar, dan Dana Insentif Fiskal Rp134,9 miliar.

Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan (Kanwil DJPb), Supendi sering mengatakan bahwa ketergantungan Pemprov Sulsel masih sangat tinggi terhadap pembiayaan dari pemerintah pusat.

Karena besarnya TKD mencapai Rp26,00 triliun, itu setara dengan 70,35 persen dari total pendapatan daerah (APBD.

“Hal itu, menunjukkan kuatnya ketergantungan pemerintah daerah terhadap dukungan fiskal pemerintah pusat,” ujar Supendi beberapa waktu lalu.

Bali Putra