
BISNISSULAWESI.COM, MAKASSAR – Direktorat Jenderal Pajak (DJP) telah mengimplementasikan aplikasi Coretax DJP untuk semua urusan perpajakan sejak, Januari 2025. Sehubungan dengan hal tersebut, DJP terus menerus melakukan pembaruan informasi terkait berbagai kendala yang dihadapi masyarakat saat mengoperasikan aplikasi tersebut. Diantaranya berkaitan dengan Bukti Potong Pajak Penghasilan (PPh), Faktur Pajak dan Surat Teguran.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak, Dwi Astuti menyebutkan, terkait pembuatan bukti potong PPh pada aplikasi Coretax DJP, dapat dilakukan melalui tiga skema, yakni input manual untuk setiap bukti potong (key in) di Coretax DJP, mengunggah file *.XML pada akun wajib pajak pemberi penghasilan untuk wajib pajak dalam jumlah besar (massal), dan melalui Penyedia Jasa Aplikasi Perpajakan (PJAP).
“Tata cara pembuatan bukti potong selengkapnya dapat dilihat di https://pajak.go.id/reformdjp/coretax/,” ujar Dwi Astuti, Kamis (06/02/2025).
Dwi juga menyampaikan, terkait NIK penerima penghasilan belum terdaftar dalam sistem Coretax DJP, pembuatan bukti potong tetap dapat dilakukan dengan menggunakan NIK tersebut. Pembuatan bukti potong dilakukan dengan menggunakan NPWP sementara (temporary TIN) yang disediakan oleh sistem.
“Namun, perlu diingat, penggunaan NPWP sementara, memiliki konsekuensi bahwa bukti potong yang dibuat tidak akan terkirim ke akun wajib pajak penerima penghasilan sehingga tidak akan masuk (tidak akan ter-prepopulated) ke SPT Tahunan penerima penghasilan,” sebut Dwi.
Oleh karena itu, agar penerima penghasilan dapat melaporkan SPT-nya dengan bukti potong ter-prepopulated pada SPT-nya, Dwi mengimbau penerima penghasilan segera mengaktivasi akunnya di Coretax DJP. “Tata cara aktivasi akun Coretax DJP selengkapnya dapat dilihat di https://pajak.go.id/reformdjp/coretax/,” tambahnya.
Hingga 3 Februari 2025, jumlah bukti potong PPh yang telah terbit untuk masa Januari 2025 sebesar 1.259.578. Dari jumlah tersebut, 263.871 bukti potong PPh diterbitkan wajib pajak instansi pemerintah yang terdiri dari 199.177 bukti potong PPh 21 untuk karyawan tetap, 46.936 bukti potong PPh 21 untuk karyawan tidak tetap, dan 17.758 bukti potong PPh unifikasi.
Bukti potong PPh yang diterbitkan wajib pajak pemotong PPh non-instansi pemerintah, berjumlah 995.707 yang mencakup 528.976 bukti potong PPh 21 untuk karyawan tetap, 99.559 bukti potong PPh 21 untuk karyawan tidak tetap, 415 bukti potong PPh 26, dan 366.757 bukti potong PPh unifikasi.
Sementara itu, terkait Faktur Pajak, Dwi menyebutkan, hingga 3 Februari 2025, wajib pajak yang telah berhasil memperoleh sertifikat digital atau sertifikat elektronik untuk keperluan penandatanganan faktur pajak dan bukti potong PPh berjumlah 508.679. Jumlah wajib pajak yang telah menerbitkan faktur pajak sebesar 218.994. Jumlah faktur pajak yang telah diterbitkan untuk masa Januari 2025, sebesar 30.143.543 dengan jumlah faktur pajak telah divalidasi atau disetujui sebesar 26.313.779.
DJP juga menerbitkan Surat Teguran pada aplikasi Coretax DJP. Penerbitan Surat Teguran ini dilakukan secara otomatis berdasarkan data administrasi perpajakan DJP. Penerbitan Surat Teguran dilakukan ketika wajib pajak memiliki tunggakan yang sudah inkracht (berkekuatan hukum tetap).
“Penerbitan Surat Teguran ini merupakan bagian dari imbauan kepatuhan pajak berbasis data dan otomatisasi,” jelasnya.
DJP mengimbau wajib pajak yang menerima Surat Teguran secara berulang atau menemukan adanya ketidaksesuaian dengan data yang dimiliki, segera melakukan pengecekan pada Coretax DJP. Selanjutnya wajib pajak dapat menginformasikan hal dimaksud melalui saluran helpdesk di unit kerja DJP, dengan dilengkapi dokumen pendukung sehingga dapat ditindaklanjuti.
DJP terus memastikan proses penerbitan faktur pajak, bukti potong PPh, dan Surat Teguran pada Coretax DJP bisa berjalan sesuai ketentuan. “Kami juga mengapresiasi kerja sama dan kesabaran wajib pajak dalam mendukung penguatan sistem informasi perpajakan yang lebih efisien,” sebut Dwi. rls