BISNISSULAWESI.COM, MAKASSAR – Bank Indonesia Sulawesi Selatan (BI Sulsel) menilai, sinergi yang erat dan reformasi struktural merupakan strategi penguatan ekonomi Sulsel ke depan. Optimalisasi dan akselerasi belanja daerah sangat penting untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan pengendalian inflasi.
Hal itu disampaikan Deputi Perwakilan BI Sulsel, Wahyu Purnama A saat Pertemuan Tahunan Bank Indonesia (PTBI) Sulsel di Phinisi Hall Hotel Claro Makassar, Jumat (29/11/2024).
Menurut Wahyu, di tengah kinerja ekonomi Sulsel yang tetap kuat, masih terdapat beberapa tantangan yang perlu menjadi perhatian. Pemulihan ekonomi Sulsel terpantau belum optimal, dengan rata-rata pertumbuhan PDRB yang belum setinggi level sebelum Covid 19. Selain itu, harga komoditas internasional yang masih lemah serta tensi geopolitik yang masih berlanjut, berisiko mengganggu rantai pasok global dan menahan kinerja ekspor Sulsel.
Meski demikian, prospek kinerja beberapa LU Utama diprakirakan tetap baik hingga akhir 2024. Kondisi cuaca yang kondusif pasca El Nino tahun lalu, diperakirakan mampu mendukung peningkatan kinerja Lapangan Usaha (LU) Pertanian. Momentum pelaksanaan Pemilu juga diperkirakan mampu mendorong kenaikan permintaan sektor riil dan meningkatkan LU Perdagangan. Diharapkan, sinergi yang erat BI dan Pemprov Sulsel terus berjalan, khususnya dalam mengawal perekonomian ke depan
“Memperhatikan kondisi tersebut, kami memperkirakan ekonomi Sulsel 2024 mampu tumbuh di kisaran 4,7 – 5,5 persen (yoy), diikuti dengan tingkat inflasi yang terkendali atau mendekati batas bawah sasaran target sebesar 2,5±1 persen,” ujarnya.
Memasuki 2025, prospek perbaikan ekonomi global masih terbatas. IMF memperkirakan ekonomi global tumbuh 3,2 persen (yoy), relatif sama dengan 2024 sebesar 3,1 persen. Stagnasi ekonomi global dipengaruhi berlanjutnya tensi geopolitik yang berisiko meningkatkan kebijakan proteksionisme dari masing-masing negara. Prospek ekonomi Tiongkok yang melemah juga dapat menahan permintaan ekspor komoditas utama dari Sulsel.
Merespons kondisi tersebut, sinergi yang erat dan reformasi struktural merupakan jawaban bagi penguatan ekonomi Sulsel ke depan. Optimalisasi dan akselerasi belanja daerah sangat penting untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan pengendalian inflasi. Penguatan koordinasi kebijakan antara Pemerintah Pusat, Daerah, dan Mitra strategis melalui Tim Pengendalian Inflasi Pusat dan daerah sangat diperlukan, termasuk optimalisasi GNPIP.
“Reformasi struktural harus berlanjut, dengan fokus pada peningkatan daya saing ekonomi melalui pengembangan tenaga kerja berkualitas dan penyesuaian keahlian sesuai kebutuhan industri,” sebut Wahyu.
Upaya pengembangan hilirisasi industri dan pangan, pemetaan sumber pertumbuhan baru, serta penciptaan iklim investasi kondusif menjadi stimulus pertumbuhan ekonomi Sulsel. Pengembangan kawasan industri dan pariwisata juga penting untuk mendukung transformasi ekonomi Sulsel di masa depan.
BI terus berkomitmen memperkuat koordinasi dengan stakeholders terkait dalam rangka perumusan advisory dan rekomendasi bagi Pemda, meliputi peningkatan kapasitas ekonomi domestik, dukungan penguatan sektor rill melalui pengembangan UMKM dan perluasan ekonomi syariah, pengembangan sistem pembayaran yang inklusif bersama Tim Percepatan dan Perluasan Digitalisasi Daerah (TP2DD), dan penguatan peran Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) dalam pengendalian inflasi.
“Dengan berbagai upaya strategis tersebut, kami optimis ekonomi Sulsel dapat tumbuh meningkat di rentang 4,8 – 5,6 persen pada 2025, dengan inflasi yang terkendali pada kisaran 2,5±1 persen,” katanya.
Dalam mendukung capaian tersebut, perlu adanya komitmen bersama untuk memperkuat sinergi dalam mengendalikan inflasi daerah, khususnya komoditas pangan bergejolak atau volatile foods. “Besar harapan kami sinergi yang telah berjalan baik selama ini dapat terus kita tingkatkan untuk mendukung penguatan dan reformasi struktural ekonomi Sulawesi Selatan ke depan,” pungkas Wahyu.
Sementara itu, saat merilis kinerja APBN regional Sulsel belum lama ini, Kepala Kanwil Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) Sulsel, Supendi menyebutkan, Belanja Daerah Sulsel hingga Oktober 2024 terealisasi sebesar Rp30,72 triliun, terdiri dari Belanja Operasi sebesar 67,00 persen dari pagu atau Rp23,57 triliun, disusul Belanja Transfer sebesar 66,36 persen atau Rp3,82 triliun, Belanja Modal sebesar 41,71 persen atau sebesar Rp3,30 triliun, dan Belanja Tidak Terduga sebesar 25,24 persen atau 28,31 miliar.
Transfer ke Daerah (TKD) Sulsel yang telah disalurkan sebesar Rp27,2 triliun, tumbuh 8,99 persen (yoy). Besarnya kontribusi TKD menunjukkan dukungan dana pusat masih menjadi faktor dominan untuk pendanaan di wilayah Sulsel. Pemerintah Daerah diharapkan dapat berupaya mengoptimalkan Pendapatan Aslli daerah (PAD), dengan langkah awal yang dapat dilakukan antara lain menciptakan kebijakan yang dapat menarik modal atau investasi daerah.
PAD Sulsel hingga 31 Oktober 2024 sebesar Rp8,45 triliun. Terdiri dari Pajak Daerah sebesar Rp5,79 triliun (naik 0,08 persen yoy), disusul Lain-Lain PAD Yang Sah Rp1,79 triliun (turun 3,49 persen yoy), Kekayaan Daerah Dipisahkan Rp372,1 mIliar (naik 1,76 persen yoy) dan Retribusi Daerah Rp491,32 miliar (naik 64,08 persen yoy).
Bali Putra