Ekonom Senior INDEF, Aviliani: Sulsel harus Bersiap Tangkap Peluang dari Krisis Pangan Dunia

270
Ekonom Senior IDEF, Aviliani saat diwawancarai usai "Sulsel Talk, Ekonomi Sulsel di Pusaran Perang Dagang Global 2.0: Menakar Risiko, Menjemput Peluang" yang digelar BI Sulsel, Rabu (14/05/2025). POTO : BALI PUTRA

 

BISNISSULAWESI.COM, MAKASSAR – Ekonom senior Institute For Development of Economics and Finance (INDEF), Aviliani mendorong Sulawesi Selatan (Sulsel) sudah harus bersiap untuk menangkap peluang dari krisis pangan dunia yang diperkirakan bakal terjadi ke depan. Setidaknya, sudah harus mencari tahu pasar untuk kemudian memikirkan bagaimana memenuhi kebutuhannya.

“Dari sekarang, sudah terpikirkan bahwa krisis pangan dunia itu bakal terjadi. Oleh karenanya, Sulsel harus bisa memenuhi kebutuhan itu,” ujar Aviliani usai menjadi pembicara pada “Sulsel Talk” yang digelar Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) Sulsel, Rabu (14/05/2025).

Ia mencontohkan Jepang yang banyak mengonsumsi ikan. Itu artinya, ikan akan menjadi potensi. Begitu juga dengan pangan lain, seperti beras.

“Siapa yang makan beras, itu juga akan menjadi potensi. Jadi, tinggal menyesuaikan, di bagian mana kita punya kemampuan, itu yang dicari marketnya. Sehingga jelas, marketnya apa, kita bikin apa. Jangan dibalik, kita produksi segede-gedenya, tetapi tidak tahu marketnya,” jelas Aviliani.

Sama halnya dengan kebijakan pemerintah. Menurut Aviliani, kebijakan pemerintah harus terlebih dahulu melihat market. Jangan membuat kebijakan yang menyuruh orang berproduksi tetapi tidak tahu marketnya kemana.

“Seperti produksi baterai ivvi, yang membeli baterai ivvi itu siapa?,” tambahnya.

Sekarang problemnya adalah masalah skala ekonomi, karena kebanyakan merupakan perkebunan rakyat, harus dikoordinir agar menjadi skala ekonomi. Sama dengan kopi, potensinya sangat besar. Apalagi sekarang menjadi artisan, harganya mahal. Namun karena kebutuhan orang meningkat, jadi berkurang.

“Nah, itu harus mulai dipikirin berapa banyak kebutuhan. Kalau kita sudah melihat market, baru kita bicara skalanya berapa banyak,” katanya.

Potensi Sulsel kata Aviliani, sangat besar tinggal bagaimana memanajemeni sektor-sektor yang sangat potensi, seperti perkebunan, perikanan dan pangan. Kita bicara jangan hilirisasi saja tetapi juga hulurisasi, di mana kalau kita lihat saat ini, 70 persen pangan masih bergantung impor. “Itu, kalau bisa dipenuhi oleh Sulsel,” katanya.

Sementara itu, Ekonom Ahli BI Sulsel, Sakti Arif Wicaksono mengatakan, sektor hilirisasi dan hulurisasi harus berjalan beriringan. Karena, kalau salah satu tidak berjalan bagus, yang lain juga tidak berkembang.

“Jadi, selain mulai memikirkan bagaimana membangun industri pengolahan, harus dipastikan bahwa hulunya sudah harus kuat,” kata Sakti.

Sehingga harus dipastikan hulunya sudah kuat. Sulsel kata Sakti, mempunyai rumput laut, kakao yang potensinya sangat besar.  Sekarang, bagaimana mempertahankan produksinya tetap tinggi. Supaya tidak turun-turun lagi seperti terjadi saat ini.

“Kakao misalnya, saat ini turun. Mungkin karena sudah lama tidak ada replanting dan tidak ada perbaikan-perbaikan sehingga produksi menurun. Ini berdampak pada sektor hilir yang juga tidak berkembang. Hulurisasi itu penting sekali, hilirisasi juga penting” katanya.

Seperti diketahui, penyumbang utama perekonomian Sulsel saat ini, didominasi pertanian, industri pengolahan, dan perdagangan. Utamanya sektor pertanian, menjadi tumpuan untama penggerak ekonomi, apalagi disaat sektor-sektor andalan lain mengalami pelemahan.

Pada Triwulan I-2025, produksi padi di Sulsel naik 139,22 persen (yoy), akibat sudah berakhirnya pengaruh El Nino dan cuaca yang membaik. Produksi ikan tangkap naik 5,87 persen seiring penggunaan Fish Aggregating Device.

Bali Putra