IHSG di Pusaran Tahun Poltik, Perekonomian China dan Kebijakan Bank Sentral Amerika

517

 

Oleh :

Adriyan Sayed. MM.,CES.,CSA

 

TIDAK terasa 2023 segera berlalu dan kita akan menyambut 2024 dengan segenap harapan baru dan resolusi lebih cemerlang. Namun, pergantian tahun bukan berarti masalah di tahun sebelumnya juga berakhir, justru 2024 memiliki tantangan tersendiri, yaitu digelarnya hajatan besar pemilihan Capres dan Cawapres yang berarti Indonesia bersiap memasuki turbelensi di tahun politik.

Dengan kondisi demikian, kita berharap pemerintah beserta seluruh jajaranya dapat bersikap netral agar mendapat kepercayaani masyarakat, sehingga penyelenggaran Pemilu 2024 berjalan lancar, aman dan kondusif. Situasi aman akan menjadi perhatian utama pelaku usaha dan investor di dalam maupun di luar negeri.

Kondisi tidak kondusif tentu mempengaruhi iklim investasi dan ekonomi di tanah air karena bisa saja pelaku usaha maupun investor untuk sementara wait and see dan mengamankan aset mereka yang kemudian dapat menyebabkan terjadinya dana keluar atau Capital Outflow yang berimbas pada pelemahan rupiah.

Belum lagi kebijakan Bank Sentral Amerika (The Fed) yang diprediksi masih bersikap Hawkish menyikapi data perekonomian negaranya yang masih cukup kuat. Hal ini ditandai rilisnya data tenaga kerja Amerika pada Jumat (8/11/2023) di mana angka Non Farm Pyrolls (NFP) meningkat 32,55% dari periode sebelumnya yang menandakan, pasar tenaga kerja di Amerika masih bertumbuh, meski over all sudah mulai menurun sejak awal 2023.

Pelemahan rupiah yang terjadi saat ini tentu menjadi kekhawatiran bersama, di mana rupiah bergerak dirange 15.600, bahkan pernah nyaris menyentuh level 16.000, sehingga secara tahunan rupiah telah melemah sekitar 7% (YTD).

Hal ini tentu kurang baik bagi pelaku usaha khususnya perusahaan yang masih menggunakan sebagian besar bahan baku import untuk produksinya. Negara pun mengalami hal yang sama terkait pembayaran utang luar negeri, meski saat ini  eksposurnya tidak begitu besar.

Baca Juga :   Semester I/2022, Ekspor Lalulintas Komoditi Perikanan Sulawesi Selatan Tumbuh

Kabar buruk juga datang dari negeri tirai bambu. China yang dikenal sebagai negera dengan perekonomian terbesar kedua setalah Amerika, dan menjadi tujuan ekspor utama Indonesia mengalami kemundurun ekonomi yang disebabkan oleh dampak lock down yang berkepanjangan akibat pandemi Covid-19.

Lamanya masyarakat tidak melakukan aktivitas produktif menyebabkan ekonomi di negara tersebut mengalami fase kontraksi, dimana angka Retail Sales berada pada level terendah yaitu 0,07% bahkan pernah berada di posisi minus -0,04% di bulan Juli 2023. Ini menjadi parameter untuk mengetahui pengeluaran masyarakat dalam berbelanja barang eceran.

Akibat kondisi tersebut, akhirnya menyeret salah satu raksasa Properti China, yaitu Evergrande ke dalam kebangrutan dan menyisakan utang sebesar 4.500 Trilun yang disebabkan karena tidak terjualnya ribuan hunian yang telah dibangun di berbagai kota. Hal itu terjadi karena berkurangnya kemampuan masyarakat untuk membayar kredit atau melakukan pembelian properti, imbas dari lock down tersebut.

Dari dalam negeri, menyambut Window Dressing di akhir tahun, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di bulan Desember telah naik 0,35% ke level 7125 namun kenaikan tersebut masih terbilang volatile bahkan investor asing melakukan net sell sebesar 2,1 Triliun pada beberapa saham Big Caps sektor Perbankan, diantaranya BBCA,BMRI,BBNI dan beberapa saham dari sektor komoditas. Hal ini bisa maklumi karena harga komoditas dunia yang sempat booming di akhir 2022 hingga awal 2023 secara perlahan mulai redup akibat lemahnya permintaan dari China sebagai mitra dagang terbesar Indonesia, selain dari kebijakan Bank Sentral Amerika yang terkesan masih tarik ulur dalam menentukan kebijakan moneternya dan kekhwatiran di masyarakat akibat munculnya kembali beberapa kasus Covid dan gejala Pneumonia.

Baca Juga :   Gelar Forum Perangkat Daerah, Dinkes Makassar Susun Konsep Rencana 2020

Adapun sektor saham yang mengalami kinerja stabil dan cenderung meningkat dalam periode setahun adalah dari sektor Infrastruktur, keuangan, basic industry dan consumer, dan sektor yang sempat mengalami penurunan kinerja cukup dalam berasal dari sektor teknologi.

Penulis  :

Lecturer of The Indonesia Capital Market Institute

And assessor of The Indonesian Capital Market Profesional Certification