Jaga Stabilitas Sistem Keuangan, OJK Dukung Implementasi Kebijakan Devisa Hasil Ekspor SDA

129
Tangkapan layar, Ketua Dewan Komisioner OJK, Mahendra Siregar saat memberi keterangan pers secara online dari Jakarta, Selasa (04/03/2025).

 

BISNISSULAWESI.COM, JAKARTA – Dalam menjaga stabilitas dan meningkatkan peran Sektor Jasa Keuangan (SJK) bagi pertumbuhan ekonomi nasional, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menempuh berbagai langkah kebijakan, diantaranya menjaga stabilitas sistem keuangan. Kemudian, kebijakan pengembangan dan penguatan SJK serta infrastruktur pasar.

Ketua Dewan Komisioner OJK, Mahendra Siregar menyebutkan, dalam menjaga stabilitas sistem keuangan, OJK mendukung implementasi Peraturan Pemerintah (PP) 8/2025 tentang Perubahan atas PP 36/2023 tentang Devisa Hasil Ekspor (DHE) dari kegiatan pengusahaan, pengelolaan, dan/atau pengolahan Sumber Daya Alam (SDA). Dukungan itu dalam rangka meningkatkan cadangan devisa negara.

Menurut Mahendra, dukungan OJK dan SJK atas kebijakan DHE SDA telah disampaikan kepada industri perbankan dan Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI), terutama terkait aspek prudensial.

“Di samping itu, OJK juga meminta agar bank memastikan kelengkapan dokumen dalam hal akan menggunakan DHE SDA,” kata Mahendra saat memberi keterangan pers secara online dari Jakarta, Selasa (04/03/2025).

Dukungan kebijakan yang telah disampaikan yaitu dana DHE SDA dapat diperlakukan sebagai agunan tunai. Sepanjang memenuhi persyaratan dalam Peraturan OJK (POJK) mengenai kualitas aset bank umum atau bank syariah. Juga POJK pengawasan LPEI, bagian penyediaan dana yang dijamin agunan tunai berupa dana DHE SDA yang memenuhi persyaratan tertentu dapat dikecualikan dari perhitungan BMPK/BMPD/BMPP.

Bagian dari kredit atau pembiayaan yang dijamin dengan dana DHE SDA tersebut, dan memenuhi persyaratan ditetapkan memiliki kualitas lancar, dan penempatan DHE SDA tidak berdampak pada perhitungan rasio-rasio prudensial (LCR, NSFR, KPMM, CEMA, dan BMPK/BMPD).

Menyikapi perkembangan terkini untuk menjaga stabilitas di Pasar Modal dan tetap memperhatikan perlindungan investor, OJK terus melakukan monitoring atas perkembangan pasar. Sebagai langkah awal, OJK menunda implementasi short-sell saham. Selain itu, ada juga opsi kebijakan lain yang akan dikaji seperti pelaksanaan buyback saham tanpa RUPS, namun tetap memperhatikan dan mempertimbangkan perkembangan situasi dan kondisi yang terjadi.

OJK telah membuka ruang komunikasi terbuka antara regulator, pelaku pasar, serta stakeholder lain sebagai wujud nyata sinergi, komitmen dan tanggung jawab bersama terhadap industri pasar modal dan perekonomian Indonesia.

Kemudian, terkait kebijakan pengembangan dan penguatan SJK serta infrastruktur pasar, OJK menyetujui kegiatan usaha bulion bagi Pegadaian dan Bank Syariah Indonesia (BSI). Izin kegiatan usaha bulion, dapat menjadi titik awal pengembangan ekosistem bulion terintegrasi di Indonesia yang diharapkan memberikan manfaat luas, tidak hanya bagi industri, juga bagi masyarakat.

OJK juga telah menetapkan POJK 1/2025 tentang Derivatif Keuangan Dengan Aset Yang Mendasari Berupa Efek, dalam rangka mendukung transisi pengaturan derivatif keuangan dengan underlying Efek dari Bappebti ke OJK.

POJK 2/2025 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pungutan di Sektor Jasa Keuangan dan Penerimaan Lainnya.

POJK 3 2025 tentang Penatalaksanaan Lembaga Sertifikasi Profesi di Sektor Jasa Keuangan, yang merupakan tindaklanjut UU P2SK sekaligus menyempurnakan POJK 11/POJK.02/2021 tentang Penatalaksanaan Lembaga Sertifikasi Profesi di Sektor Jasa Keuangan, serta diharapkan dapat memperkuat ekosistem Sertifikasi Profesi yang berkelanjutan di sektor jasa keuangan.

“Selain itu, OJK juga sedang menyusun sejumlah rancangan atau RPOJK dan RSEOJK,” pungkasnya.

Editor : Bali Putra