Kapasitas Fiskal Daerah Dipacu

295
POTO : ILUSTRASI, DOK. BISNISSULAWESI.COM

BISNISSULAWESI.COM, MAKASSAR –  Ada kabar gembira bagi Pemda. Dimana, pembiayaan daerah tak lagi mandek. Pasalnya, kemampuan fiskal mereka akan digenjot. Pemerintah tengah memacu peran kapasitas fiskal daerah (KFD) untuk menentukan skema pendanaan melalui penghilangan variabel jumlah penduduk miskin dalam formulasi kapasitas fiskal seperti yang tercantum dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 119/PMK.07/2017. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan Boediarso Teguh Widodo mengatakan kebijakan itu ditempuh karena pertimbangan pemberian pinjaman dan hibah daerah tidak memperhatikan jumlah penduduk miskin. Di samping itu perluasan peran KFD juga bertujuan untuk mengetahui gambaran secara riil kemampuan keuangan daerah.
“Pertimbangan tidak digunakannya variabel penduduk miskin dalam formula kapasitas fiskal karena formulasi KFD menekankan pada gambaran dari kemampuan keuangan daerah yang lebih riil,” kata Boediarso, belum lama ini.
Dijelaskan Boediarso, sesuai amanat beleid tersebut, Peta Kapasitas Fiskal Daerah didefinisikan sebagai gambaran kemampuan keuangan yang dikelompokkan berdasarkan indeks kapasitas fiskal daerah (KFD).
Dalam aturan itu, KFD dapat digunakan untuk tiga hal. Pertama, sebagai salah satu variabel perhitungan batas maksimal defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) serta batas maksimal pinjaman daerah yang ditetapkan Menteri Keuangan setiap tahun.
Kedua, sebagai salah satu kriteria penilaian atas usulan pinjaman daerah yang berasal dari pemerintah. Ketiga, menjadi kriteria pengusulan Pemda sebagai penerima hibah dan penentuan besaran dana pendamping jika dipersyaratkan dalam pelaksanaan hibah daerah.
Adapun tujuan dari reformulasi peta KFD yakni untuk menekankan aspek kemampuan keuangan daerah dengan lebih akurat dan teliti. Misalnya dengan menghilangkan pendapatan-pendapatan yang telah ditransfer ke daerah bawahan dan dana yang penggunaannya telah ditentukan (earmarked), seperti Dana Transfer Khusus, Pajak Rokok Earmarked, Dana Bagi Hasil Earmarked, Belanja bagi Hasil, dan Belanja Bantuan Keuangan.
Kebijakan itu bisa lebih menggambarkan kapasitas fiskal daerah secara riil melalui kategorisasi dengan range yang lebih sempit sehingga menggambarkan nilai pencilan (outlier), dalam hal ini daerah dengan kapasitas fiskal yang sangat tinggi dan sangat rendah. Mohamad Rusman
***Mohamad Rusman

Baca Juga :   LPS Tak Langsung Sesuaikan Suku Bunga Penjaminan