KONI Bukan Panggung Politik: Saatnya Figur Berintegritas Memimpin Olahraga Sulsel

162
POTO : ISTIMEWA

 

Oleh: Andi Januar Jaury Dharwis

 

MENJELANG suksesi Ketua KONI Provinsi Sulawesi Selatan, sejumlah nama mulai bermunculan. Wacana regenerasi kepemimpinan memang menarik perhatian publik, terlebih setelah prestasi Sulsel pada PON Aceh–Sumut 2024 merosot jauh dari target lima besar menjadi posisi ke-16 nasional. Catatan terburuk sepanjang sejarah keikutsertaan Sulsel di ajang olahraga terbesar tanah air.

Namun yang menarik, mayoritas nama yang kini beredar sebagai calon ketua justru berasal dari kalangan politikus dan pejabat publik. Fenomena ini menimbulkan pertanyaan mendasar, apakah latar belakang politik dan jabatan otomatis menjamin pembinaan dan prestasi olahraga?

Sebagai pelaku dan pembina olahraga, saya memandang, dunia olahraga memiliki kultur tersendiri. Ia tumbuh dari semangat sportivitas, dedikasi, dan kedisiplinan. Memimpin olahraga tidak sama dengan mengelola proyek atau birokrasi. Ia menuntut kepekaan, empati, serta pengalaman langsung dalam membina atlet dan organisasi cabang olahraga.

Kita tentu tidak menafikan kontribusi figur politik, namun sejarah telah membuktikan, besarnya otoritas terhadap anggaran, termasuk dana hibah dari APBD yang menjadi sumber utama operasional KONI,  belum tentu berbanding lurus dengan peningkatan prestasi. Anggaran yang besar tanpa arah pembinaan yang jelas hanyalah formalitas tanpa nilai.

Di sisi lain, kini mulai muncul figur-figur nonpejabat publik yang justru memiliki rekam jejak panjang dalam pembinaan cabang olahraga. Mereka bukan sekadar pengurus, tetapi pelaku langsung yang membawa atletnya menorehkan prestasi podium di berbagai single event, multi event, bahkan di level internasional.

Lebih dari itu, figur-figur ini telah membuktikan komitmennya secara ikhlas dengan menghadirkan gelanggang olahraga dalam skala mini, di tengah minimnya komitmen pemerintah daerah menyediakan sarana olahraga bagi masyarakat. Sikap semacam ini bukan hanya simbol dedikasi, melainkan bentuk tanggung jawab moral terhadap masa depan generasi atlet Sulawesi Selatan.

Inilah figur-figur yang sepatutnya menjadi bahan pertimbangan serius bagi publik dan pemegang suara dalam pemilihan Ketua KONI Sulsel mendatang. Sebab ukuran kepemimpinan olahraga bukan terletak pada jabatan atau kekuasaan, melainkan pada integritas dan rekam jejak pengabdian yang telah nyata dikaryakan untuk prestasi daerah.

Momentum suksesi ini seharusnya menjadi ajang refleksi dan koreksi kolektif. KONI tidak boleh terjebak dalam pusaran politik kekuasaan yang menjauhkan semangat sportivitas. Kepemimpinan olahraga harus kembali pada ruhnya: membina, menginspirasi, dan mencetak prestasi.

Sulsel memiliki banyak potensi dan talenta luar biasa. Yang dibutuhkan bukan sekadar ketua dengan kekuasaan, melainkan pemimpin yang mampu menggerakkan semangat olahraga dari gelanggang hingga podium.

Bagi saya, figur seperti itu adalah mereka yang telah berbuat nyata, bukan mereka yang baru ingin mencoba ketika panggung sudah disiapkan.

Penulis: Pembina Pengurus Provinsi Pertina Sulawesi Selatan