BISNISSULAWESI.COM, KUPANG – Selain hari-hari raya keagamaan seperti Idul Fitri dan Natal, perayaan Tahun Baru Masehi dan Imlek selalu dimanfaatkan pelaku usaha, khususnya kuliner untuk menjangkau lebih banyak konsumen. Artinya, kreativitas tidak saja ditawarkan dalam kelezatan cita rasa suatu makanan atau minuman (mamin) namun juga visualisasi yang disajikan hingga ke atas meja pelanggan.
Menyambut perayaan valentine (valentin) yang dimafhumi hingga saat ini sebagai “hari kasih sayang”, salah satu resto submal (plaza), Lorita Resto meluncurkan menu baru yang unik.
Unik yang dimaksud owner Lorita Resto, Ricky Chandra lantaran menu yang dihadirkan berbentuk simbol cinta atau “love”.

“Kami sengaja menciptakan menu ‘Nasi Goreng Cinta’ (Nasi Goreng Ayam Charsiu), selain sebagai visualisasi menarik terkait valentine juga bahan atau isiannya juga baru kami luncurkan sekaligus,” imbuhnya ketika ditemui di Lower Ground Pintu Utara Lippo Plaza, Jalan Veteran, Kelurahan Fatululi, Kecamatan Oebobo, Kota Kupang, Senin (11/02/2025).
Bahan atau isian baru yang dirujuk pria yang juga akrab disapa “Koh Aciang” ini adalah penggunaan daging ayam charsiu yang memiliki warna khas merah.
“Selain itu, kami juga meluncurkan menu Mie Ayam Charsiu yang sebelumnya merupakan menu ‘legend’ di resto-resto ternama, khususnya di kota-kota besar Indonesia,” ungkapnya.
Kedua menu tersebut, sebut Ricky, merupakan menu paket valentine yang dibanderolnya Rp 69.000. Pelanggan bisa menikmati sajian ‘eksotik’ ini dengan harga yang lebih murah mulai jelang valentine, yaitu pada 12-28 Februari 2025.
“Nama paket makan-minumnya adalah ‘Padu’ yang merupakan singkatan dari ‘Paket Makan Berdua’. Menu ini sendiri gratis minuman yang menyertai makanannya, yaitu Red Soda dan Milk Soda. Jadi kalau couple (pasangan) yang ingin merasakan vibe valentine, masing-masing bebas memilih apakah ingin makan Nasi Goreng Ayam Charsiu (yang berbentuk ‘Love’) atau Mie Ayam Carshiu dengam minuman gratisnya,” bebernya.
Ketika ditanyakan apakah menunya bakal dihadirkan permanen pihaknya, Ricky mengungkapkan akan melihat bagaimana reaksi atau animo pelanggan.
“Tapi saya optimistis kedua menu ini bisa diterima pasar karena bahan (ayam) dan bumbu-bumbu lain yang kami gunakan berkualitas. Apalagi, kami sangat mengutamakan cita rasa yang mumpuni agar pelanggan tidak berpindah ke lain hati (resto lain),” ujarnya.
Penyajian Bahan Daging Charsiu Halal
Ricky menjelaskan, sejatinya charsiu dalam bahasa Mandarin memiliki pengertian jamak dan bias sesuai wilayah atau negara penyajiannya. Awalnya, menu di negara mayoritas non-Muslim seperti di Tiongkok yang juga merupakan awal lahirnya charsiu dibuat menggunakan bahan nonhalal.
Namun dalam perkembangannya merambah negara-negara lain, khususnya di Asia Tenggara yang mayoritas dihuni penduduk Muslim, para imigran Tionghoa beradaptasi dengan negara setempat yang didiaminya secara turun-temurun.
“Charsiu yang tadinya menggunakan bahan nonhalal, diganti dengan bahan halal seperti ayam. Beberapa juga membuatnya dari daging sapi. Nah, sesuai namanya ‘charsiu’ yang berarti ‘daging panggang’, bahan-bahan tadi memang diracik secara dipanggang setelah melalui proses marinasi,” papar Ricky.
Marinasi sendiri, sebut ayah dua orang anak ini, merupakan proses merendam bahan makanan dalam cairan bumbu sebelum dimasak. Tujuannya tentu saja guna meningkatkan cita rasa, seperti aroma serta kelembutan makanan.
“Asal makanan ini memang dari Tiongkok baheula (kuno), lebih spesifiknya diklasifikasikan ke dalam cara peracikan ‘panggang’ ala Kanton (Gungdong),” jelas Ricky.
Adapun menu Nasi Goreng Charsiu (Ayam), sambungnya, sebelumnya juga telah populer di Eropa tepatnya di Belanda.
“Jangan tanya deh soal kepopuleran menu charsiu, soalnya di sana banyak warga Belanda keturunan Indonesia baik dari Tionghoa Jawa dan Maluku. Arti kata, sewaktu imigran Nusantara ini masuk ke Negeri Kincir Angin, fusi atau penggabungan dengan metode masak setempat menjadi hal baru dan unik. Intinya, selama mereka tinggal di sana secara turun-temurun maka menu ini juga tersebar dan berkembang,” papar Ricky.
Seperti di Indonesia, keberadaan menu charsiu di Malaysia pun mengalami asimilasi dengan penggunaan bahan-bahan halal.
“Beberapa negara seperti Malaysia yang memang dihuni mayoritas penduduk Muslim Melayu, charsiu (berbahan nonhalal) otomatis diganti menjadi bahan-bahan halal seperti ayam maupun sapi,” imbuh Ricky.
Ia menegaskan, sebagai penyaji kuliner halal Nusantara, pihaknya tentu menawarkan charsiu berbahan ayam.
“Kami sendiri menggunakan bahan dari paha ayam agar charsiu yang kami padukan dengan nasi goreng maupun mie ayam nantinya akan jadi lebih juicy (lembut), terutama saat dipanggang dalam oven tertutup atau di atas api,” tutup Ricky.