Memilih Saham di Masa Pandemi

169

PANDEMI COVID-19 masih berlangsung. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Bursa Efek Indonesia (BEI) juga belum kembali ke posisi seperti sebelum Novel Coronavirus menguasai dunia. Namun, di setiap situasi, investor dapat terus mencari strategi untuk berinvestasi. Saat harga saham rendah, waktunya investor membeli. Saham yang mengalami potensi kerugian sejak awal tahun bisa menjadi simpanan untuk jangka panjang, yang bisa direalisasikan menjadi keuntungan ketika IHSG kembali ke posisi sebelum pandemi.

Saham apa saja yang bisa dibeli investor saat ini? Seperti disampaikan sejumlah pengelola keuangan, mulailah dengan saham-saham blue chip yang risikonya relatif lebih kecil. Saham blue chip juga merupakan saham perusahaan dengan kinerja baik. Sehingga, walaupun emiten blue chip ini terdampak pandemi, akan lebih cepat recovery. Tentunya sektor usaha ikut mempengaruhi saham mana yang lebih dahulu mengalami recovery.

Blue chip bisa diartikan sebagai saham lapis satu atau saham dari perusahaan besar yang kinerja keuangannya stabil. Istilah blue chip berasal dari permainan kartu poker. Ada tiga keping koin (chip), merah, putih, dan biru. Biru nilainya paling besar. Sehingga, saham blue chip merupakan saham dari perusahaan besar yang kinerja keuangan, termasuk labanya relatif stabil. Besar dan stabil itu dilihat dari besarnya modal dan aset perusahaan, serta kapitalisasi pasarnya.

Kapitalisasi pasar adalah harga saham perusahaan yang tercantum di bursa, dikalikan jumlah lembar saham yang beredar di pasar. Ada banyak pandangan terkait pengkategorian besar kecilnya kapitalisasi pasar. Kapitalisasi pasar yang besar ada dikategorikan pada kisaran Rp 10 triliun ke atas. Sedangkan, kapitalisasi antara Rp 500 miliar hingga Rp 10 triliun, dikategorikan sebagai saham lapis dua, dan untuk Rp 500 miliar ke bawah, disebut saham lapis ketiga.

Baca Juga :   Advan Hadirkan Infrared Thermometer dengan Tingkat Akurasi Tinggi

Bicara keunggulannya, meski kuat, bukan berarti blue chip pasti untung. Saham di lapis kedua dan lapis ketiga juga memiliki potensi keuntungan. Namun, secara risiko blue chip relatif lebih aman. Sebab, risiko fluktuasi nilainya lebih rendah. Saham lapis dua dan tiga harganya cenderung lebih murah, terkadang ada masa-masa di mana valuasi saham meningkat signifikan.

Harga saham blue chip per lembar relatif lebih tinggi dibanding saham di lapis kedua dan ketiga. Untuk itu, modal yang dibutuhkan untuk berinvestasi di saham blue chip juga relatif lebih tinggi. Oleh sebab itu, di saat ini ketika harga saham sedang turun, investor memiliki kesempatan untuk mengoleksi saham blue chip dengan harga lebih terjangkau.

Saham blue chip juga umumnya sudah lama tercatat di bursa. Faktor jangka waktu bisa membuat sebuah perusahaan mengalami peningkatan laba dan perkembangan signifikan. Tetapi, tidak semua saham yang sudah lama tercatat di bursa ujug-ujug menjadi saham blue chip.

Likuiditas saham menjadi indikator berikutnya. Maksud dari likuid adalah banyak diperdagangkan, atau banyak investor perorangan atau lembaga yang memiliki dan memperdagangkan saham ini. Saham kategori blue chip juga biasanya masuk ke daftar saham teraktif yang diperdagangkan di bursa. Di BEI, ada indeks saham LQ45. Indeks saham ini berisi 45 saham paling likuid. Rata-rata saham blue chip ada di indeks tersebut. Tapi bukan berarti semua yang di LQ45 itu blue chip. Bisa saja ada saham yang saat itu karena sektornya lagi ramai, sehingga banyak ditransaksikan, dan bukan karena laba perusahaannya sedang menanjak. Konstituen saham yang masuk perhitungan indeks LQ45 direview setiap enam bulan sekali. Jadi, bisa ada saham yang saat ini ada dalam daftar LQ45, dan ada yang kemudian berganti.

Baca Juga :   Terima Apdesi, Pj Gubernur Sulsel Kembali Tegaskan Surat Edaran Hanya Bersifat Imbauan

Untuk membayangkan perusahaan seperti apa yang masuk kategori saham blue chip, investor dapat melihat tolak ukurnya dari 20 emiten yang paling banyak disebut sebagai emiten blue chip dalam riset yang dibuat perusahaan sekuritas yang dipublikasikan media massa. Seperti Adhi Karya (Persero) Tbk (ADHI), Semen Indonesia Tbk (SMGR), Adaro Energy Tbk (ADRO), Aneka Tambang Tbk (ANTM), Bumi Resource Tbk (BUMI), p AKR Corporindo Tbk (AKRA), Astra International Tbk (ASII). Selain itu, Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP), Barito Pasific Tbk (BRPT), Telekomunikasi Indonesia Persero Tbk (TLKM), United Tractors Tbk (UNTR), Gudang Garam Tbk (GGRM), HM Sampoerna Tbk (HMSP). Bumi Serpong Damai Tbk (BSDE), Global Mediacom Tbk (BMTR), Bank Central Asia Tbk (BBCA), Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI), Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI), Bank Tabungan Negara Persero Tbk (BBTN), dan Bank Mandiri Persero Tbk (BMRI). Sebagian besar saham-saham ini ada di daftar saham LQ45.

Ketika hendak memilih saham blue chip, pastikan investor memahami sektor usaha masing-masing. Investor juga perlu melihat kembali tujuan investasi saham. Belilah saham untuk tujuan investasi jangka panjang untuk meminimalkan risiko investasi. Semakin banyak jenis saham yang dipilih (prinsip diversifikasi) juga semakin baik, walaupun membutuhkan modal besar. Diversifikasi mampu mengurangi risiko investasi.

*Tim BEI