Pemerintah Perkuat Pengaturan Pajak Aset Kripto

23
Ilustrasi. POTO : DOK. BISNISSULAWESI.COM

 

BISNISSULAWESI.COM, JAKARTA – Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) yang mengatur pajak atas transaksi aset kripto, yakni PMK 50/2025 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penghasilan atas Transaksi Perdagangan Aset Kripto (PMK-50/2025), PMK 53/2025 tentang Perubahan atas PMK 11/2025 tentang Ketentuan Nilai Lain sebagai Dasar Pengenaan Pajak dan Besaran Tertentu PPN, dan PMK 54/2025 tentang Perubahan Ketiga atas PMK 81/2024 tentang Ketentuan Perpajakan dalam Rangka Pelaksanaan Sistem Inti Administrasi Perpajakan. Ketiga PMK tersebut ditetapkan 25 Juli 2025 dan berlaku sejak 1 Agustus 2025.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat, Rosmauli DJP, Rosmauli menyebutkan, penerbitan ketiga PMK, karena ada perubahan status aset kripto sejak diberlakukannya UU 4/2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK), dari yang awalnya komoditi menjadi aset keuangan digital.

“Namun kini, sesuai ketentuan OJK, aset kripto dikategorikan aset keuangan yang dipersamakan surat berharga, sehingga tidak lagi dikenakan PPN,” ujar Rosmauli.

Ketentuan tersebut mencakup penetapan status aset kripto yang kini dipersamakan dengan surat berharga, serta pemberian definisi baru atas aset kripto, Pedagang Aset Keuangan Digital (PAKD), dan Penyelenggara Bursa Aset Keuangan Digital termasuk Aset Kripto (Bursa). Selain itu, pengaturan ini juga mencakup jenis layanan atau transaksi yang berkaitan dengan aset kripto, seperti perdagangan aset kripto, penyediaan sarana elektronik, dan jasa verifikasi oleh penambang kripto.

Dari sisi perpajakan, penyerahan aset kripto yang kini dipersamakan dengan surat berharga tidak lagi dikenakan PPN. Meskipun demikian, penghasilan yang diperoleh dari transaksi aset kripto tetap dikenai PPh Final Pasal 22 sebesar 0,21 persen dari nilai transaksi apabila dilakukan melalui Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PPMSE) Dalam Negeri, dan sebesar 1 persen apabila transaksi dilakukan melalui PPMSE Luar Negeri.

Adapun aktivitas yang dilakukan PPMSE dan penambang kripto dikenakan PPN dan PPh atas jasa yang diberikan. Atas jasa penyediaan sarana elektronik, PPN dikenakan atas nilai lain sebesar 11/12 dari penggantian (komisi/imbalan), sedangkan jasa verifikasi oleh penambang dikenakan PPN dengan besaran tertentu dan PPh berdasarkan tarif umum.

“Pengaturan ini bertujuan menciptakan kepastian hukum dan konsistensi perlakuan pajak sejalan dengan karakteristik dan status baru aset kripto sebagai aset keuangan digital sesuai UU P2SK,” jelas Rosmauli seraya menegaskan, ketentuan ini bukan jenis pajak baru, melainkan penyesuaian terhadap perkembangan ekosistem keuangan digital saat ini.

Editor : Bali Putra