Pengamat Ekonomi Marsuki DEA, Sebut Efisiensi Anggaran Ibarat “Silet”

187
Pengamat Ekonomi, Marsuki DEA. POTO : DOK. PRIBADI

 

BISNISSULAWESI.COM, MAKASSAR – Dalam kondisi keterbatasan fiskal seperti saat ini, kebijakan efisiensi anggaran dapat bermata dua seperti silet. Keduanya belum menjamin akan memberi manfaat, jika salah dalam pengelolaan. Apalagi, dana hasil efisiensi, diperuntukkan kepada kepentingan lain yang belum jelas dampak positifnya.

Pengamat Ekonomi, Marsuki DEA mengungkapkan hal itu, menyikapi Instruksi Presiden (Inpres) 1/2025 yang mengatur efisiensi anggaran dalam pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2025, Kamis (27/02/2025).

Marsuki mengatakan, kebijakan tersebut kurang tepat disebut efisiensi, melainkan pengurangan anggaran semata.

Menurutnya, Pemerintah Daerah (Pemda) jelas akan menghadapi masa sulit yang cukup berat, karena efisiensi anggaran tersebut menyangkut pemotongan anggaran Kementerian/Lembaga (K/L) yang sebagiannya untuk daerah. Terutama pemotongan dana Transfer ke Daerah (TKD) dan Dana Desa, yang besarnya diperkirakan mencapai Rp50,7 triliun.

Kebijakan ini akan memangkas kapasitas fiskal daerah, sehingga beberapa program kerja akan berkurang, dan berdampak pada belanja anggaran daerah. “Pemda, mau tidak mau, selain melakukan realokasi anggaran, juga mengurangi, bahkan harus menghapus beberapa program kerja yang direncanakan,” katanya.

Selain itu, Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Hasanuddin (FEB Unhas) menyebutkan, Pemda harus mampu mencari peluang baru untuk bisa mendapatkan mitra Kerjasama. Baik antarpemda yang mempunyai kelebihan dana tertentu yang memungkinkan dapat dipinjam atau dikerjasmakan. Juga mengoptimalkan peran dan fungsi BPD dan Perusahaan Daerah (Perusda) untuk berperan aktif membantu pembiyaan dan memperoleh sember pendapatan lain.

“Termasuk juga efisiensi biaya operasional yang memang bisa dihindari,” katanya.

Pemda melalui dinas pendapatan daerah bersama Kanwil Kemenkeu di daerah, juga mesti berupaya mencari sumber-sumber pendapatan lain atau mengoptimalkan pemungutan secara bertanggungjawab pada sumber penerimaan seperti pajak, retribusi, royalti, terutama pada sektor tambang, perdagangan, dan industri tertentu yang selama masih optimal.

“Terpenting, memitigasi sedemikian rupa penyalahgunaan anggaran oleh oknum yang mungkin melakukan kecurangan atau korupsi,” tambahnya.

Namun demikian, Marsuki DEA tak menampik, kebijakan efisiensi anggaran yang dilakukan pemerintah, ada juga baiknya, yakni menjadi momentum untuk berbenah diri dalam memanfaatkan anggaran yang tersedia. Memperbaiki perencanaan pembangunan sesuai kebutuhan perioritas, serta menjadi titik balik mencegah praktik penyalahgunaan wewenang dan tanggungjawab para aparat kurang bertanggungjawab.

Sementara itu, dalam pernyataannya usai dilantik belum lama ini, Gubenur Sulawesi Selatan, Andi Sudirman Sulaiman mengaku komitmen melanjutkan pembangunan, dengan visi Sulsel maju dan berkarakter.

Maju mencerminkan pembangunan berkelanjutan dengan fokus pada peningkatan ekonomi, pendidikan, kesehatan, infrastruktur, dan pengelolaan lingkungan. Ketersediaan infrastruktur yang memadai, pendidikan dan layanan kesehatan yang lebih baik. Pengelolaan pertanian dan sumber daya alam lainnya yang modern dan berdaya saing berbasis ekonomi hijau dan ekonomi biru. Untuk mewujudkan kesejahteraan sosial dan keadilan bagi seluruh masyarakat.

Berkarakter, dalam konteks pembangunan di Sulawesi Selatan mencakup pengembangan masyarakat tidak hanya fokus pada pertumbuhan ekonomi dan sektor lainnya, tetapi juga memperkuat nilai-nilai integritas, akhlak, budaya, dengan menjunjung tinggi budaya Sipakatau, Sipakalebbi, dan Sipakainge.

Bali Putra