Penjaga Tenun Sutera Khas Makassar

606
Nurhayati Daeng Rannu (50), salah satu perajin sutera di desa Bontolangkasa Selatan, Kec. Bontonompo, Kabupaten Gowa, Sulsel,

BISNISSULAWESI.COM, MAKASSAR – Di desa Bontolangkasa Selatan, Kec.Bontonompo, Kabupaten Gowa, Sulsel, dikenal sebagai sentra sutera rumahan, yang diwarisi turun temurun. Nurhayati Daeng Rannu (50), salahsatu perajin sutera di desa itu. Ia sangat terampil membuat karya seni tenun hanya dengan memakai ATBM. Nur mengaku menimba ilmu dari Ibunya, Daeng Dinging (74) ahli pembuat aneka corak kain sutera yang dalam bahasa Makassar disebut cora’ (corak) la’ba (lebar), jangki (batik), ca’di (kecil) dan poloso’ (polos).

Menurutnya, penenun kain sutera tradisional Makassar sekarang makin langka, disebabkan semakin hari makin sulit mengajak generasi muda untuk belajar menenun lipa’ sa’be (sarung sutera). Kelangkaan itu disebabkan adanya mitos di tengah masyarakat, bahwa gadis yang menekuni tannung (tenun) jodohnya akan menjauh. “Banyak gadis yang tak mau diajak kerja tenun karena mereka yakin bisa ketinggalan jodoh, contohnya saya ini yang masih menyendiri sampai sekarang,” katanya sembari tersipu. Meski begitu, Nur yakin mitos tersebut tak sepenuhnya benar. Rata-rata wanita di desa ini baru mau belajar bertenun setelah berumahtangga guna membantu penghasilan suami.

Namun Nur dkk mengaku mereka belakangan ini kesulitan bahan baku yang pasokannya kian berkurang, sehingga banyak didatangkan dari liar atau impor. Berdasarkan data, Sulsel harus mengimpor benang sutera sebanyak 70 ton untuk mendapatkan kualitas benang yang bagus dari 120 ton kebutuhan benang per tahun. Bahan baku tersebut 60 persen harus diimpor dari Cina dan India, sedangkan 40 persen dipasok dari produksi benang sutera lokal dengan perbandingan harga untuk benang impor Rp 450 ribu per kg (kilo gram) dan benang lokal sekitar Rp 370 ribu per kg.

Secara umum, industri persuteraan rakyat yang digarap Nur dkk di Sulsel saat ini lebih menggembirakan dibandingkan beberapa tahun lalu. Pasalnya, perajin sutera Sulsel dulunya hanya mampu menghasilkan sekitar 60 meter kain tenunan per hari, sekarang dengan jumlah pengrajin yang tumbuh di berbagai daerah, produksinya bisa mencapai 500 hingga 600 meter perhari dengan corak dan desain yang variatif.  / Mohamad Rusman

Baca Juga :   Nurdiana Hadade: Berinovasi dengan Pie Brownies Sulawesi