Pentingnya Menaati Penanganan Hipertensi Di Tengah Maraknya Covid 19

168
Ilustrasi pemeriksaan tekanan darah. POTO: ISTIMEWA

 

 

BISNIS SULAWESI, MAKASSAR – Untuk meningkatkan kesadaran terkait penanganan hipertensi, Menarini Indonesia bersama dengan sebuah tim peneliti di Korea Selatan, telah merilis hasil dari penelitian BENEFIT.

Dr. Jinho Shin, Professor and Chief of Cardiology, Division of Cardiology, Department of Internal Medicine, Hanyang University Seoul Hospital, Seoul, Korea, dalam rilisnya mengatakan, ini adalah penelitian observasional nebivolol, sesuai kondisi praktik dokter sehari-hari terbesar yang pernah dilakukan terhadap 3.250 pasien hipertensi di Korea Selatan.

Penelitian ini memperlihatkan bahwa penggunaan nebivolol setiap hari, efektif dan dapat membantu mengontrol tekanan darah dengan lebih baik.

Stroke, penyakit jantung dan penyakit ginjal, memiliki faktor risiko yang sama pentingnya, yaitu  tekanan darah tinggi. Di dunia, satu dari empat orang dewasa memiliki hipertensi, dan jumlah penderita hipertensi di Asia Pasifik mencapai 65% dari total populasi dunia. Lebih dari tiga perempat kenaikan prevalensi hipertensi di Asia, disebabkan oleh pertumbuhan populasi dan penuaan, serta pengaruh gaya hidup yang tidak sehat.

WHO memperkirakan, di Indonesia persentase jumlah orang dewasa yang memiliki peningkatan tekanan darah meningkat dari 8% pada 1995, menjadi 32% pada 2008. Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2018 memperlihatkan, prevalensi hipertensi di Indonesia mencapai 34,1%, yang mengindikasikan adanya peningkatan penyakit kronis ini di Indonesia.

Lanjut Dr. Jinho Shin, penanganan hipertensi mengharuskan pasien mematuhi  pengobatan yang direkomendasikan, dan ini pada akhirnya akan bergantung pada efektivitas dan tolerabilitas obat yang digunakan.

“Penanganan juga melibatkan intervensi nonfarmakologis (perubahan gaya hidup) dan intervensi farmakologis, yang mencakup berbagai kelas pengobatan antihipertensi yang diberikan, sebagai pengobatan tunggal atau pengobatan kombinasi,” tegasnya.

Panduan hipertensi dari European Society of Cardiology (ESC)/ European Society of Hypertension (ESH) 2018 menyatakan, kelima kelas utama obat antihipertensi yaitu, (angiotensin-converting enzyme inhibitors (ACEIs), angiotensin II receptor blockers (ARBs), beta-blockers, calcium channel blocker (CCBs) and diuretics), sama-sama efektif untuk hipertensi.

Baca Juga :   MATAHARI DEPT STORE KOLABORASI TIGA DESAINER IFF

Beberapa obat lebih dipilih, atau tidak dipilih, bergantung pada kondisi klinis tertentu. Panduan ESC/ESH merekomendasikan penggunaan beta-blockers sebagai obat tambahan dalam penanganan hipertensi.

Meski penyebaran Covid-19 di seluruh dunia semakin marak, dengan 2,4 juta orang positif terkena virus ini, dan lebih dari 165,000 kematian di dunia, dan di Indonesia saat ini 6,575 orang positif terkena virus dan lebih dari 500 kematian, namun masih belum ada kejelasan terkait penyakit ini.

Penelitian awal menunjukkan, pasien dengan komorbiditas dasar seperti penyakit jantung, hipertensi, dan diabetes, memiliki risiko komplikasi lebih tinggi, yang bisa menyebabkan risiko kematian yang lebih tinggi akibat Covid-19. Ini merupakan hasil dari respon inflamasi sistemik yang tinggi akibat virus  Covid-19, yang bisa berujung pada serangan jantung, ketika aliran darah ke jantung dibatasi karena pembekuan darah dari pecahnya plak koroner.

Namun belum ada bukti ilmiah yang mendukung peningkatan risiko infeksi Covid-19 akibat penggunaan obat antihipertensi. Oleh karena itu, penting bagi pasien hipertensi untuk melanjutkan pengobatan dengan obat antihipertensi demi menjaga kondisi mereka.

“Penelitian kami menunjukkan, efektivitas nebivolol dalam mengontrol tekanan darah terlepas dari usia, jenis kelamin, dan indeks masa tubuh awal pasien. Efektifitas nebivolol terlihat pada pasien baru juga pada pasien yang mengonsumsi nebivolol, sebagai pengobatan tambahan ke dalam pengobatan antihipertensi yang sudah ada sebelumnya. Efek paling besar terlihat saat nebivolol diberikan sebagai pengobatan tunggal kepada pasien baru dan sebagai obat tambahan untuk pengobatan antihipertensi, yang meliputi penghambat renin-angiotensin system (RAS blocker), penghambat kanal kalsium (calcium channel blocker – CCB), serta kombinasi antara RAS blockers dan CCB,” jelas dr. Erwinanto, perwakilan dari Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia (Perhi).

Baca Juga :   Kini Listrik Lima Desa Di Kabupaten Luwu Timur Bisa Menyala 24 jam

eberapa penelitian telah menunjukkan manfaat dari pengobatan kombinasi nebivolol dan RAS blockers, CCBs, dan diuretik dalam menurunkan tekanan darah.

Selain itu, penelitian BENEFIT ini, yang merupakan penelitian observasional dalam jumlah besar pada pasien di Asia, menunjukkan tolerabilitas nebivolol pada pasien dengan hipertensi, dibandingkan dengan beta-blocker generasi lama.

Nebivolol memiliki profil efek samping yang lebih baik, termasuk efek yang tidak diharapkan terkait fungsi seksual. Kedua sifat ini, yaitu tingkat efektivitas dan tolerabilitas, berperan penting agar pasien benar-benar mau mematuhi penanganan hipertensi yang dianjurkan. Penelitian ini sangat baik untuk membantu para dokter menangani pasien hipertensi di Indonesia,” ungkap dr. Erwinanto.

Reinhard Ehrenberger, Presiden Direktur, Menarini Indonesia, menambahkan, Menarini Indonesia berkomitmen melayani kebutuhan pasien di Asia, yang masih belum terpenuhi saat ini dan di masa depan. Komitmen ini mencakup identifikasi dan pengembangan solusi inovatif terkait kesehatan, sambil terus mendukung penelitian baru.

“Dengan berbagi hasil penelitian BENEFIT ini, kami berharap bisa membantu para dokter di Indonesia dalam melayani pasien melalui akses terhadap riset dan  terbaru. Penelitian ini juga sejalan dengan panduan hipertensi ESC/ESH 2018 yang merekomendasikan penghambat beta dalam penanganan hipertensi,” tutupnya.

Nur Rachmat