BISNISSULAWESI.COM, MAKASSAR — Kementerian Keuangan merencanakan unuk melakukan revisi aturan pajak rumah mewah. Insentif ini dinilai mampu mendongkrak pertumbuhan industri properti di Indonesia.
Lewat revisi aturan pajak ini, pemerintah akan menaikkan batas pengenaan PPnBM properti mewah, dari Rp 20 miliar menjadi Rp 30 miliar. Sedangkan tarif Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 untuk pembelian hunian tersebut, juga dipangkas dari 5% menjadi 1%.
Sayangnya, Ketua REI Sulsel, Muh Shadiq mengataku belum puas atas revisi tersebut. Apalagi, insentif ini dinilai tidak mempengaruhi pertumbuhan sektor properti secara signifikan.
Menurut Shadiq, wacana itu hanya mempengaruhi sisi psikologis pelaku usaha, atau masyarakat kelas menegah ke atas. Para pelaku usaha ataupun masyarakat kelas menengah ke atas, tertarik tetapi tidak tergugah untuk menanamkan investasi di sektor tersebut.
“Harusnya pemerintah jangan tanggung-tanggung merevisi aturan itu. REI Pusat sudah mengusulkan untuk dihapuskan (pajak rumah mewah), agar para pengembang bisa memajukan bisnisnya dengan baik,” ungkapnya.
Menanggapi hal tersebut, Direktur Utama IMB Group, Rahmat Manggabari mengatakan, langkah itu bagus, tetapi kurang tepat. Sebab Mayoritas masyarakat yang membutuhkan rumah berada di kelas 300 – 700 juta.
“Harusnya pemerintah melakukan pengurangan beban pajak dan biaya, tepatnya di sektor property, dengan range harga segitu. Agar pengembang bisa menjual rumah lebih murah dan backlog dapat terpenuhi,” ungkapnya.
Lebih lanjut dijelaskan Rahmat, kebijakan pengurangan ppnbm hanya menguntungkan orang-orang kaya saja. Sedangkan kebijakan pemerintah harusnya memihak kepada masyarakat yang lebih membutuhkan.
“Khusus di Sulsel, rumah kelas mewah mungkin hanya 5-10 persen dari penduduk Sulsel yang punya. Jadi kurang menyasar target pengembang properti,” tuturnya. /Komang Ayu