Rentan Penyelundupan, Kanwil DJBC Sulbagsel Lakukan 19 Penindakan di Semester I-2025

90
Kepala Seksi Bimbingan Kepatuhan dan Humas Kanwil DJBC Sulbagsel, Cahya Nugraha memaparkan kinerja Kanwil DJBC Sulbagsel, khususnya berkaitan dengan penerimaan dan penindakan saat media gathering DJBC Sulbagsel semester I-2025 di BSI UMKM Center Makassar, Kamis (24/07/2025). POTO : DOK. BISNISSULAWESI.COM

 

BISNISSULAWESI.COM, MAKASSAR –  Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Sulawesi Bagian Selatan (Kanwil DJBC Sulbagsel) memiliki 6.585 kilometer garis pantai dengan luas wilayah pengawasan hampir 100 ribu kilometer persegi. Kondisi ini, membuat Sulbagsel menjadi kawasan yang rentan penyelundupan atas barang-barang berbahaya. Termasuk dari Malaysia.

Hal itu disampaikan Kepala Seksi Bimbingan Kepatuhan dan Humas Kanwil DJBC Sulbagsel, Cahya Nugraha saat media gathering DJBC Sulbagsel semester I-2025 di BSI UMKM Center Makassar, Kamis (24/07/2025).

Dikatakan Cahya, Kanwil DJBC terus melakukan pengawasan sebagaimana tugas dan fungsi sebagai Community Protector (Perlindungan kepada masyarakat). Setidaknya, sepanjang semester I-2025, Kanwil DJBC Sulbagsel telah melakukan 19 kali penindakan dengan barang hasil penindakan (BHP) diantaranya berupa 12.920.307 batang rokok (hasil tembakau) dan potensi penerimaan negara yang berhasil diselamatkan dari penindakan ini Rp12,654 miliar.

Kemudian BHP berupa 5.460 liter Minuman Mengandung Ethil Alkohol (MMEA) dengan nilai barang Rp4,523 miliar dan potensi penerimaan negara yang berhasil diselamatkan Rp2,057 miliar. Serta 56 berkas Ultimum remedium dengan nilai barang diperkirakan Rp5,761 miliar.

Khusus untuk rokok palsu, pada kesempatan itu Cahya Nugraha menyebutkan ada empat ciri yang bisa dilihat, diantaranya rokok tidak dilengkapi pita cukai, rokok dengan pita cukai palsu, rokok dengan pita cukai bekas dan rokok dengan pita cukai yang salah peruntukkan.
Untuk yang salah peruntukkan, Ia mencontohkan, rokok yang diproduksi menggunakan mesin, tarif cukainya sekitar Rp1.200 per batang rokok. Sedangkan rokok yang diproduksi dengan tangan, cukainya hanya Rp330 per batang. Ada selisih sekitar seperempat hingga sepertiga. Menurut Cahya, hal ini merupakan insentif dari pemerintah untuk memfasilitasi agar pabrik-pabrik rokok yang menyerap banyak tenaga kerja bisa berkelanjutan. Sehingga cukai yang diberlakukan lebih murah.

Berbeda dengan rokok yang diproduksi menggunakan mesin. Menurutnya, satu mesin bisa memproduksi hingga ratusan ribu batang rokok dalam hitungan menit. “Operatornya mungkin hanya satu atau dua orang. Artinya, penyerapan tenaga kerjanya sangat minim, sehingga cukai yang diberlakukan lebih tinggi,” jelas Cahya.

Pada kesempatan itu, Cahya juga memaparkan realisasi penerimaan DJBC Sulbagsel sepanjang semester I-2025. Di mana, realisasi penerimaan dari bea keluar Rp38,518 miliar atau sekitar 102,87 persen dari target Rp37,443 miliar. Kemudian realisasi penerimaan bea masuk Rp214,183 miliar atau sekitar 58,13 persen dari target Rp368,437 miliar. Serta realisasi penerimaan cukai Rp41,689 miliar atau 45,58 persen dari target Rp91,455 miliar.

“Jadi, total realisasi penerimaan sepanjang semester I-2025, Rp294,39 miliar atau 59,19 persen dari target Rp497,34 miliar,” jelasnya.

DJBC Sulbagsel kata Cahya, akan mengoptimalkan kegiatan audit dan penelitian ulang untuk meningkatkan penerimaan bea masuk dan mengefektifkan operasi gurita untuk penerimaan dari cukai, dalam rangka merealisasikan target penerimaan 2025.

Bali Putra