Oleh : Tamiru
SEJAK tahun 2019, seperti negara lainnya Indonesia menghadapi tantangan perekonomian global. Corona Virus Disease (Covid-19) mengawali krisis perekonomian yang terjadi di berbagai negara. Tingkat penyebaran virus yang sangat tinggi memaksa pemerintah untuk mengambil tindakan penanganan berupa pemberhentian kegiatan sosial. Pandemi covid-19 yang memiliki tingkat kematian cukup tinggi berdampak tidak hanya pada bidang kesehatan melainkan juga berdampak masif pada bidang perekonomian suatu negara.
Di tengah pemulihan nasional akibat pandemi covid-19, pada tahun 2022 terjadi gejolak geopolitik dimana perang antara Negara Ukraina dan Rusia dimulai. Invasi negara Rusia ke Ukraina yang diakui oleh pemerintah Rusia sebagai operasi militer khusus demiliterisasi dan denazifikasi Ukraina dimulai sejak 24 Februari 2022, berdampak luas hingga menimbulkan ketegangan hubungan antar negara aliansi North Atlantic Treaty Organization (NATO) sebagai pendukung negara Ukraina dengan Negara Rusia. Akibat perang tersebut, terjadi peningkatan harga minyak mentah dan gas bumi yang kemudian mengalami puncak kenaikan harga di triwulan ke II dan III tahun 2022. Kenaikan harga secara signifikan ini kemudian melatarbelakangi kebijakan penyesuaian subsidi BBM oleh Kabinet Indonesia Maju di tahun 2022.
Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2022, realisasi belanja subsidi APBN sampai dengan akhir September 2022 mencapai Rp 167,20 triliun atau 58,94 persen dari pagu atau meningkat 26,67 persen (yoy). Realisasi belanja subsidi tersebut meliputi subsidi energi sebesar Rp 123,80 triliun (naik 40,30 persen secara yoy) dan subsidi nonenergi sebesar Rp43,40 triliun (turun 0,82 persen secara yoy). Realisasi belanja subsidi energi utamanya bersumber dari subsidi BBM dan subsidi LPG Tabung 3 Kg yang mencapai Rp 87,97 triliun atau 58,90 persen dari pagu atau meningkat 75,26 persen (yoy). Peningkatan realisasi subsidi BBM dan subsidi LPG Tabung 3 Kg utamanya dipengaruhi kenaikan Indonesian Crude Price (ICP) yang rata-rata naik sebesar 55,37 persen (yoy) selama periode Januari-September 2022.
Presiden Joko Widodo menyampaikan bahwa pemerintah telah berupaya sekuat tenaga untuk melindungi masyarakat dari gejolak harga minyak dunia. Namun mengingat anggaran subsidi dan kompensasi tahun 2022 telah meningkat dari APBN awal sebesar Rp 152,5 triliun menjadi Rp 502,4 triliun dalam Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2022, maka Pemerintah mengambil keputusan untuk mengalihkan sebagian subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) untuk bantuan yang lebih tepat sasaran.
Melalui siaran pers, Presiden Jokowi pada tanggal 03 September 2022, resmi mengumumkan pengalihan subsidi Bahan Bakar Minyak, sehingga berdampak pada penyesuaian harga BBM antara lain Pertalite dari Rp 7.650 per liter menjadi Rp 10.000 per liter, solar bersubsidi dari Rp 5.150 per liter menjadi Rp 6.800 per liter, dan pertamax (non-subsidi) dari Rp 12.500 per liter menjadi Rp 14.500 per liter. Subsidi kemudian dialihkan ke Bantuan Langsung Tunai (BLT) BBM sebesar Rp 12,4 triliun yang diberikan kepada 20,65 juta keluarga yang kurang mampu sebesar Rp150 ribu per bulan dan mulai diberikan bulan September selama empat bulan. Pemerintah juga menyiapkan anggaran sebesar Rp 9,6 triliun untuk 16 juta pekerja dengan gaji maksimum Rp 3,5 juta per bulan dalam bentuk Bantuan Subsidi Upah yang diberikan sebesar Rp 600 ribu. Diluar itu, Pemerintah Pusat mewajibkan Pemerintah Daerah untuk menggunakan dua persen Dana Transfer Umum (DTU) sebesar Rp 2,17 triliun untuk bantuan angkutan umum, bantuan ojek online, dan untuk nelayan. Kebijakan pengalihan subsidi BBM ini diharapkan mampu menyelamatkan APBN serta menjaga makroekonomi Indonesia seiring upaya pemerintah untuk menjaga pertumbuhan dan pemulihan ekonomi nasional.
Kebijakan pengalihan subsidi BBM yang merupakan kebutuhan pokok masyarakat Indonesia termasuk masyarakat Sulawesi Selatan tentu saja berisiko menimbulkan permasalahan perekonomian diantaranya adalah inflasi yang dikhawatirkan dapat meningkat secara signifikan melebihi 6 persen. Selain itu penghambatan pertumbuhan ekonomi akibat dari inflasi juga berisiko terjadi. Kekuatan perekonomian suatu daerah dalam menghadapi krisis utamanya dapat dilihat dari tingkat inflasi dan pertumbuhan ekonomi quarter to quarter (q-to-q).
Berdasarkan Berita Resmi Statistik oleh Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Selatan, inflasi gabungan 5 kota provinsi Sulawesi Selatan mengalami puncak inflasi pada akhir triwulan ketiga yaitu bulan September sejalan dengan penerapan kebijakan subsidi BBM terbaru yang mulai berlaku pada tanggal 03 September 2022. Tingkat inflasi (yoy) bulan September berada di angka 6.35 persen. Secara month-to-month (mtm) provinsi Sulawesi Selatan berada di angka 1.12 persen. Komoditas pendorong utama inflasi September adalah komoditas harga diatur pemerintah. Inflasi komponen ini pada bulan September utamanya didorong oleh kenaikan harga BBM dan kenaikan tarif angkutan pasca penyesuaian harga BBM.
Pengalihan Subsidi yang mengakibatkan harga BBM melonjak naik pada bulan September berdampak pada kenaikan harga pada bidang transportasi secara serentak. Pada tanggal 5 September 2022, Dewan Pimpinan Cabang Organda kota Makassar resmi menaikkan tarif angkot sebesar Rp 1.000, dan pada tanggal 7 September 2022, Kementerian Perhubungan mengumumkan kenaikan tarif ojek online yang mulai berlaku pada 11 September 2022 dengan rincian tarif pada zona III (Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara dan Sekitarnya, Maluku, dan Papua).
Kondisi ini memunculkan rasa skeptis terhadap kekuatan perekonomian Sulawesi Selatan, yang kemudian hal tersebut terbantahkan dengan penurunan tingkat inflasi di 5 kota gabungan Sulawesi Selatan pada bulan Oktober 2022, dimana secara month-to-month (mtm) mengalami deflasi sebesar 0,18, tingkat inflasi year to date (ytd) sebesar 4,76 persen dan secara year on year (yoy) turun menjadi sebesar 6,12 persen dari sebelumnya 6,35 persen.
Pada bulan November 2022 Tingkat inflasi month to month (mtm) tercatat sebesar 0,25 persen, mengalami penurunan dari tahun sebelumnya yakni sebesar 0.37, sehingga tingkat inflasi year to date (ytd) sebesar 5,03 persen dan secara year on year (yoy) sebesar 6.00 persen. Tingkat inflasi daerah Sulawesi Selatan yang tidak mengalami peningkatan secara signifikan setelah penerapan kebijakan pengalihan subsidi BBM membuktikan perekonomian daerah Sulawesi Selatan memiliki resilience yang kuat.
Selain inflasi, indikator ekonomi yang perlu diperhatikan dalam penerapan kebijakan fiskal yang berpengaruh luas terhadap masyarakat adalah pertumbuhan ekonomi daerah. Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sulawesi Selatan melalui berita resminya menyajikan data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga konstan (ADHK) dan atas dasar harga berlaku (ADHB) Triwulan III Provinsi Sulawesi Selatan tahun 2022. Berdasarkan data tersebut diperoleh informasi pertumbuhan ekonomi Sulawesi Selatan tetap mengikuti tren peningkatan meskipun belum melebihi tingkat ekonomi sebelum pandemi Covid-19. PDRB ADHK Sulawesi Selatan Triwulan III meningkat sebesar 5,67 persen dari triwulan III tahun sebelumnya dan meningkat sebesar 4,16 persen bila dibandingkan dengan triwulan II tahun 2022. Bila diurutkan berdasarkan provinsi maka Sulawesi Selatan berperan terhadap perekonomian nasional triwulan III-2022 sebesar 3,26 persen atau berada pada urutan 9 besar pada pemberi andil terhadap perekonomian nasional Pemerintah Republik indonesia.
Kajian dan pemantauan yang lebih mendalam tentu dibutuhkan untuk membuktikan tingkat resilience perekonomian suatu daerah, namun tingkat inflasi Provinsi Sulawesi Selatan yang tetap stabil di tengah penerapan kebijakan pengalihan subsidi bahan bakar minyak serta Pertumbuhan Ekonomi triwulan III 2022 yang tetap meningkat mencerminkan tangguh dan kuatnya perekonomian daerah negeri para karaeng ini. Kedepannya, penulis tetap optimis Provinsi Sulawesi Selatan tetap mampu mempertahankan laju inflasi dan pertumbuhan ekonomi, berkat dukungan dari seluruh masyarakat serta kolaborasi antar lembaga pemerintah baik dari pemerintah daerah dan pemerintah pusat.
Penulis :
Kasi PPA II B Kanwil DJPb Sulsel