APBN 2025 Bekerja Keras Redam Dampak “Shock” 

373
Tangkapan layar, Kepala DJPb Sulsel, Supendi saat memberi keterangan pers bersama Kemenkeu Sulsel secara daring, Rabu (07/05/2025). POTO : BALI PUTRA

 

BISNISSULAWESI.COM, MAKASSAR – Melihat perkembangan Ekonomi Regional Sulawesi Selatan (Sulsel), pada Maret 2025, inflasi di wilayah ini naik hingga mencapai 0,67 persen (yoy) dibandingkan Februari yang mengalami deflasi 1,09 persen. Inflasi Maret 2025 sebesar 2,16 persen (mtm) lebih tinggi dibandingkan Februari 2025 sebesar -0,89 persen.

Faktor utama yang berkontribusi terhadap inflasi, peningkatan indeks pada beberapa kelompok pengeluaran, di mana kenaikan tertinggi pada kelompok perawatan pribadi dan jasa lain.

Inflasi juga dipengaruhi berhentinya pemberlakuan diskon tarif Listrik sebesar 50 persen. Diskon hanya berlaku Januari dan Februari 2025,” kata Kepala Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) Sulsel, Supendi saat memberi keterangan pers bersama Kemenkeu Sulsel secara daring, Rabu (07/05/2025).

Dari sisi kinerja APBN, total penerimaan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) Sulsel mengalami penurunan 6,65 persen. Hal ini tidak selaras dengan kondisi perekonomian Sulsel yang tumbuh positif 5,78 persen di Triwulan I/2025. Sementara belanja APBN Sulsel tumbuh positif 11,38 persen dengan Belanja Pemerintah Pusat berkontribusi 32,02 persen dan Belanja Transfer ke Daerah (TKD) 67,98 persen dari total Belanja Negara.

“Menunjukkan masih tingginya ketergantungan pendapatan daerah Sulsel terhadap anggaran dari pusat,” sebut Supendi.

Tangkapan layar, Kepala Kanwil DJBC Sulbagsel, Djaka Kusmartata saat memberi keterangan pers bersama Kemenkeu Sulsel secara daring, Rabu (07/05/2025). POTO : BALI PUTRA

Sementara dari sisi Neraca perdagangan, di awal 2025, neraca perdagangan tetap menunjukkan tren positif.

Kepala Kanwil Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Sulawesi Bagian Selatan (DJBC Sulbagsel), Djaka Kusmartata menyebutkan, adanya peningkatan ekspor produk kakao memberikan dorongan positif pada neraca perdagangan. Nilai ekspor tercatat 108,66 juta US$, sementara nilai impor tercatat 78,17 juta US$.

Secara umum, devisa ekspor kumulatif tumbuh negatif -4,94 persen (yoy) dan devisa impor kumulatif turun signifikan -35,6 persen (yoy).

Sebagaimana periode sebelumnya, komoditi Mate Nikel mengalami penurunan 11,3 persen, sedangkan ekspor Produk Kakao mengalami pertumbuhan positif (yoy) hingga 100 persen.

“Selain menjadi negara tujuan ekspor terbesar bersama Jepang, Cina juga menjadi negara asal impor terbesar bersama Brazil dengan komoditi bungkil dan residu padat dari kedelai,” sebut Djaka.

Bali Putra