Sektor Usaha yang Bertahan di Masa Pandemi

286

BISNISSULAWESI.COM, JAKARTA

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Bursa Efek Indonesia (BEI) sejak minggu ketiga Mei hingga awal Juni menunjukkan tren kenaikan. Sinyal positif bagi pelaku pasar, tanda perdagangan saham mulai memasuki masa recovery. Pada 18 Mei 2020 IHSG berada di posisi 4.511,06 dan terus menanjak hingga ke posisi 4.847,51 pada 2 Juni 2020.

Volume perdagangan saham pun terus meningkat. Pada 2 Juni 2020, volume perdagangan tercatat 9,52 miliar lembar saham, dengan nilai transaksi Rp 11,99 triliun. Situasi perdagangan saham di tengah pandemi dan aktivitas work  from home (WFH) sudah seperti situasi normal, yang menunjukkan pelaku perdagangan sudah mampu beradaptasi dengan kondisi kelaziman baru (new normal).

Meski IHSG mengalami rebound, namun belum kembali ke posisi semula ketika pandemi Covid 19 belum menyebar ke seluruh dunia. Sejumlah sektor usaha, termasuk perusahaan-perusahaan yang tercatat di BEI, masih berupaya untuk pulih kembali dari dampak pandemi. Oleh karena itu, menarik untuk dicermati, sektor-sektor bisnis mana saja yang mampu bertahan dalam situasi penuh tekanan seperti saat ini.

Jika dilihat dari sembilan indeks saham sektoral di BEI, sektor yang masih mampu mencatatkan penguatan sejak pertama kalinya kasus Covid 19 diumumkan di Indonesia, yakni pada awal Maret 2020 hingga saat ini adalah consumer goods dan basic industry & chemical. Ini menunjukkan saham-saham perusahaan consumer goods paling bisa bertahan dalam kondisi pandemi. Selama periode 30 Desember 2019 sampai dengan 30 April 2020, penurunan indeks sektor consumer goods hanya 11,27 persen, lebih rendah dibandingkan dengan sektor property dan real estate yang turun 41,84 persen.

Bahkan jika dilihat dalam kurun waktu satu bulan, Maret 2020 hingga April 2020, indeks sektor consumer goods naik 9,78 persen, sementara sektor property & real estate minus 13,40 persen. Dalam situasi pandemi seperti sekarang ini, yang dibutuhkan oleh masyarakat terutama adalah kebutuhan-kebutuhan dasar atau primer. Perusahaan yang bergerak di bidang usaha terkait kebutuhan dasarlah yang paling bisa survive, sebagaimana terefleksi pada harga sahamnya.

Baca Juga :   Rute Makassar-Madina Kembali Dibuka Garuda Indonesia

Jika dibedah lebih lanjut, sejumlah riset dari analis pasar modal memaparkan, lini bisnis food and beverages (F&B) dianggap salah satu sektor bisnis yang paling tahan terhadap krisis ekonomi di masa pandemi Covid 19. Hal ini dikarenakan masyarakat membutuhkan pasokan makan dan minum dalam kondisi apapun, bahkan di tengah kondisi serba sulit sekalipun.

Dengan demikian, sektor F&B menjadi sektor yang besar kemungkinannya selalu dicari konsumen, karena bisnisnya yang erat dengan pemenuhan kebutuhan hidup. Bahkan, ketika daya beli menurun, maka pemerintah akan turun tangan dengan mengeluarkan kebijakan yang bertujuan membantu daya beli masyarakat dalam memenuhi kebutuhan dasarnya.

Tak hanya itu, bisnis di sektor makanan dan minuman juga dianggap membutuhkan modal yang relatif kecil, tenaga kerja yang tidak terlalu banyak, namun dengan margin laba yang besar dan perputaran arus kas yang cepat. Karakteristik sektor usaha tersebut membuat bisnis F&B sulit menjadi ‘korban’ dari krisis besar. Ketika krisis ekonomi melanda suatu wilayah, bisnis kuliner bisa saja mengalami penurunan omzet, namun perputaran uang yang besar dalam waktu cepat membuat sektor ini bisa selamat dari kebangkrutan.

Sebaliknya, sektor hotel dan pariwisata menjadi sektor paling pertama yang merasakan keterpurukan ketika pandemi seperti Covid 19 ini menyerang. Sinergi antara hotel (sektor properti) dan pariwisata membuat keduanya tidak dapat dipisahkan. Akibatnya kedua sektor ini mengalami penurunan yang paling besar, seperti yang tercermin pada koreksi indeks harga saham.

Dengan adanya kebijakan pelarangan orang bepergian dan keluar rumah, hospitality dan tourism merupakan sektor yang paling terdampak oleh pandemi Covid 19. Okupansi hotel mendekati zero selama pemberlakuan PSBB. Hotel-hotel memasuki situasi ‘survival mode’. Situasi yang sama juga dialami oleh maskapai penerbangan dan transportasi antar kota, serta moda transportasi umum lainnya.

Baca Juga :   Bersama Bank Mandiri, Bea Cukai Kembali Gelar “Cerita Ekspor”

Jika situasi kembali normal, tentunya semua sektor akan bangkit kembali, dengan penyesuaian-penyesuaian baru mengikuti protokol new normal. Meskipun sektor usahanya terkena dampak besar dari pandemi Covid 19, perusahaan-perusahaan tertentu yang mampu membuat terobosan dan beradaptasi dengan situasi akan lebih cepat bangkit, sehingga investor tetap perlu mengamati perkembangan individu kinerja saham, selain mengamati sektor usahanya.

Tim BEI

Sebaliknya, sektor hotel dan pariwisata menjadi sektor paling pertama yang merasakan keterpurukan ketika pandemi seperti Covid 19 ini menyerang. POTO : DOK. BISNIS SULAWESI